Ahad 14 Nov 2021 05:45 WIB

68 Tahanan Ekuador Tewas Akibat Pertarungan Antargeng

Kerusuhan terjadi ketika salah satu pemimpin geng dibebaskan dari penjara.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Teguh Firmansyah
Penjara (ilustrasi)
Penjara (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, GUAYAQUIL --  Pemerintah Ekuador mengumumkan terjadinya kekerasan di penjara Penitenciaria del Litoral Ekuador pada Sabtu (13/11). Dalam insiden tersebut setidaknya 68 tahanan tewas dan puluhan orang terluka.

Pemerintah menyalahkan perselisihan  antargeng penyelundup narkoba untuk menguasai penjara. Gubernur provinsi Guayas Pablo Arosemena mengatakan, gangguan terbaru dipicu oleh kekosongan kekuasaan menyusul pembebasan seorang pemimpin geng.

Baca Juga

"Konteks situasi ini tidak ada pimpinan komplotan yang memiliki blok sel ini karena beberapa hari lalu napi itu dibebaskan," kata Arosemena.

"Blok sel lain dengan kelompok lain ingin mengendalikan mereka, masuk ke dalam dan melakukan pembantaian total," katanya.

Video di media sosial yang konon diunggah oleh tahanan menunjukkan mereka memohon bantuan untuk menghentikan kekerasan ketika tembakan dan ledakan terdengar di latar belakang. Asal video itu tidak dapat secara independen diverifikasi.

"Kami berjuang melawan perdagangan narkoba, melawan geng-geng kriminal yang saling memperebutkan wilayah di dalam dan di luar penjara untuk mendistribusikan narkoba," kata Arosemena.

Lembaga pemasyarakatan yang terletak di selatan Kota Guayaquil adalah penjara yang sama ketika 119 narapidana tewas pada akhir September. Korban-korban berjatuhan dalam insiden kekerasan penjara terburuk di negara itu.

Presiden Ekuador Guillermo Lasso, Monserrat menyatakan harus berbuat lebih banyak untuk membantu orang miskin. Sistem penjara Ekuador telah mendapat sorotan tajam dalam beberapa tahun terakhir karena kepadatan melebihi kapasitas, kondisi sanitasi yang buruk, dan kejahatan terorganisir.

Lasso pada September mendeklarasikan keadaan darurat 60 hari dalam sistem penjara. Keputusan ini membebaskan dana pemerintah dan memungkinkan bantuan militer untuk mengendalikan penjara.

Pada Sabtu, presiden meminta pengadilan konstitusi untuk mengizinkan militer memasuki penjara, alih-alih hanya memberikan keamanan di luar.

Ada gelombang gangguan di penjara negara Amerika Selatan yang menampung sekitar 39 ribu tahanan, sejak pembunuhan 'Rasquina' pada Desember 2020. Pembunuhan pemimpin geng Los Choneros ini dilakukan beberapa bulan setelah dia dibebaskan dari penjara. Kematiannya meninggalkan kekosongan kekuasaan.

Geng-geng yang kurang terkenal berusaha menguasai penjara-penjara negara itu. Persaingan antar geng terkait dengan persaingan aliansi perdagangan narkoba dengan kartel internasional.

Para pejabat mengatakan insiden Februari yang menewaskan 79 tahanan adalah tanggapan atas kematian Rasquina. Sedangkan 22 orang lainnya tewas dalam kerusuhan Juli.

Kantor jaksa agung melaporkan seberapa dari mereka yang tewas dalam kekerasan September di Penitenciaria del Litoral dipenggal atau dibakar. Sedangkan puluhan lainnya terluka.

Menunggu kabar

Banyak anggota keluarga yang menunggu kabar dari orang-orang terkasih di penjara sejak Jumat (12/11) sore. Cristina Monserrat salah satunya, dia masih belum mendengar kabar dari adiknya yang telah dipenjara selama satu tahun.

"Apa yang terjadi di dalam adalah tercela, orang saling membunuh dan yang paling menyedihkan adalah mereka tidak memiliki hati nurani. Kakakku masih hidup, hatiku berkata begitu," katanya.

"Saya tidak tahu apa-apa, yang kami minta adalah jawaban," kata Estefania yang menolak memberikan nama keluarganya.

Estefania mengatakan suaminya dipenjara karena perampokan. "Aku tidak tahu apakah dia hidup atau mati," ujarnya.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement