Senin 15 Nov 2021 06:07 WIB

CORE: Waspadai Tren Pengangguran Turun 

Namun, tingkat pengangguran ini masih belum kembali ke level pre-pandemi. 

Rep: Novita Intan/ Red: Agus Yulianto
Sejumlah warga antre untuk mengurus pembuatan Kartu Pencari Kerja (Kartu Kuning) di kantor dinas tenaga kerja. (Ilustrasi).
Foto: ANTARA/Asep Fathulrahman
Sejumlah warga antre untuk mengurus pembuatan Kartu Pencari Kerja (Kartu Kuning) di kantor dinas tenaga kerja. (Ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Center of Reform on Economics (CORE) menilai, tren pengangguran menurun. Penurunan ini salah satunya didorong oleh adanya bantuan dari pemerintah, berupa bantuan produktif usaha mikro (BPUM). 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran atau tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Agustus 2021 sebesar 6,49 persen dari jumlah angkatan kerja atau setara 9,10 juta. Adapun jumlah pengangguran ini lebih rendah dari pada TPT pada Agustus 2020. 

Tercatat TPT Agustus 2021 mengalami penurunan dibandingkan Agustus 2020. Saat itu, tingkat TPT sebesar 7,07 persen atau setara 9,77 juta orang atau turun 0,67 juta orang dibandingkan Agustus 2020.

“Pada tahun ini (Agustus) bantuan pemerintah sudah lebih jelas bahkan ketika gelombang kedua Covid-19 terjadi. Tidak hanya kartu pra-kerja dan juga bantuan lain seperti BPUM yang mendorong agar masyarakat bisa membuka usaha sendiri (usaha mikro),” ujar Ekonom CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet ketika dihubungi Republika, Ahad (14/11).

Kendati demikian, Yusuf mewaspadai, data dari tingkat pengangguran Agustus 2021. Kata dia, meski terlihat menurun jika dibandingkan angka pada Agustus 2020, tapi jika dibandingkan Februari 2021 sebenarnya angka pengangguran ini justru mengalami peningkatan. 

“Penurunan (pengangguran) pada Agustus memang menjadi wajar karena pada saat itu gelombang covid-19 belum menentu. Sehingga, beberapa kali memaksa pemerintah untuk memberlakukan PSBB yang akhirnya membatasi aktivitas perekonomian dan saat itu bantuan pemerintah pada saat itu masih sering berubah menyesuaikan perkembangan,” ucapnya. 

Yusuf juga memberikan catatan, bahwa angka tingkat pengangguran pada Agustus 2021 masih belum kembali ke level pre-pandemi yang pada bulan Agustus 2019 sebesar 5,23 persen. Artinya, memang pekerjaan rumah pemerintah dalam menurunkan tingkat pengangguran terutama seperti sebelum pandemi memang belum selesai.

Sementara itu, Center of Economic and Law Studies (Celios) menilai, tren pengangguran disebabkan faktor vaksinasi dan kenaikan aktivitas ekspor serta manufaktur. Karena data pengangguran sampai Agustus 2021, maka faktor utamanya adalah vaksinasi, dan kenaikan aktivitas ekspor serta manufaktur. 

"Data PMI manufaktur bulan Agustus 2021 menyebut bahwa rebound industri terjadi dengan PMI level 43.7 lebih naik dari posisi Juli,” ujar Direktur Celios Bhima Yudhistira.

Menurutnya, meski ada PPM darurat, tapi industri berorientasi ekspor boleh beroperasi 100 persen. Hal ini terkonfirmasi juga dari data BPS lapangan kerja yang memberikan peningkatan terbesar adalah industri pengolahan.

“Sebelum kasus kembali naik pada Juli-Agustus, ekonomi sempat tumbuh tujuh persen, sehingga lapangan kerja baru terbuka,” ucapnya.

Bhima menyebut, efek pemulihan kuartal II 2021 turut mendorong serapan tenaga kerja, dan lag atau jedanya biasa satu kuartal dan pekerja yang dirumahkan kembali bekerja lagi. “Kita lihat momentumnya ada pemulihan yang sangat tinggi kuartal ke II, jadi banyak pekerja direkrut kuartal tersebut. Saya masih ragu kartu pra kerja berdampak banyak karena faktor eksternal lebih berpengaruh dibanding program pemerintah,” ucapnya. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement