REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pandemi Covid-19 memperberat upaya penanggulangan tuberkulosis (TBC) di Indonesia. Ketika kasus Covid-19 mulai melandai, kesempatan untuk mengebut penanggulangan TBC pun tiba.
Mantan Menteri Kesehatan Prof Nila F Moeloek mengatakan, pandemi Covid-19 telah menyebabkan keterbatasan mobilisasi, baik dari pasien maupun dari tenaga kesehatan ataupun kader kesehatan. Akibatnya, program percepatan penanggulangan TBC di Indonesia menurun sangat drastis dibandingkan sebelum Covid-19.
"Oleh karena itu, menurunnya kasus Covid-19 harusnya memberikan harapan baru dalam percepatan penanggulangan TBC," katanya dalam keterangan pers yang diterima Republika.co.id, Senin (15/11).
Covid-19 dan TBC merupakan penyakit yang memiliki kesamaan gejala, yakni batuk, demam, kesulitan pernapasan, dan menyerang paru-paru. Nila menyebut, pengalaman dalam parawatan pasien TBC yang terinfeksi Covid-19 pun masih terbatas, sehingga mereka memiliki hasil pengobatan yang kurang optimal jika pengobatan TBC terganggu.
Sebelum ada Covid-19, menurut Nila, program percepatan penanggulangan TBC bisa tinggal landas di tahun 2020 menuju Setop TBC pada 2030. Namun, pandemi Covid-19 terjadi dan menghambat program tersebut.
Sementara itu, ahli paru yang juga mantan Direktur World Health Organization (WHO) Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama, mengatakan bahwa program penanggulangan TBC bisa mundur lima sampai delapan tahun akibat pandemi. Pada Januari 2021, WHO mengumpulkan data dari beberapa negara dari 84 negara yang menyatakan bahwa Covid-19 mengakibatkan tambahan kematian di dunia sebanyak 1,5 juta orang.
Selama 10 tahun, angka kematian TBC terus turun meski tidak tajam. Akan tetapi, angka tersebut mengalami kenaikan untuk pertama kalinya pada 2020.
Untuk kasus TBC yang ditemukan, menurut Prof Tjandra, terjadi penurunan yang biasanya selalu naik, yakni 5,8 juta orang pada 2020. Angkanya turun 18 persen jika dibandingkan dengan 2019 yang mencapai 7, 1 juta orang.
"Angka kematian akibat TBC tadinya memang selalu menurun, tapi turunnya sedikit, namun sekarang kematian bahkan bertambah 1,5 juta di tahun 2020. Ini data bulan Desember 2020, saya kira dipublikasi Januari 2021," ucap Prof Tjandra.