Senin 15 Nov 2021 17:14 WIB

Peningkatan IPM Belum Cerminkan Faktor Pemerataan Ekonomi

Kenaikan IPM juga belum menentukan kualitas infrastruktur dan pendidikan.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolandha
Suasana gedung bertingkat perkantoran di Jakarta, Kamis (5/8). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat IPM Indonesia 2021 sebesar 72,29, atau meningkat 0,49 persen dibandingkan capaian tahun sebelumnya sebesar 71,94.
Foto: ANTARA/Galih Pradipta
Suasana gedung bertingkat perkantoran di Jakarta, Kamis (5/8). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat IPM Indonesia 2021 sebesar 72,29, atau meningkat 0,49 persen dibandingkan capaian tahun sebelumnya sebesar 71,94.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Center of Economic and Law Studies (Celios) menilai peningkatan indeks pembangunan manusia (IPM) sebesar 0,49 persen belum mencerminkan faktor pemerataan ekonomi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) IPM Indonesia 2021 sebesar 72,29, atau meningkat 0,49 persen dibandingkan capaian tahun sebelumnya sebesar 71,94.

Direktur Celios Bhima Yudhistira mengatakan pendapatan per kapita tidak bisa dijadikan acuan tunggal kualitas IPM, sehingga diperlukan perbandingan indikator lainnya.

Baca Juga

“Pendapatan kapita meningkat belum cerminkan faktor pemerataan ekonomi. Jika ada kenaikan pendapatan di daerah perlu dicek dulu apakah angka ketimpangannya tinggi. Kondisi ini kerap terjadi pada daerah yang kaya SDA. Ketika 2020-2021 terjadi commodity boom banyak OKB (orang kaya baru) di daerah penghasil batubara dan sawit,” ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Senin (15/11).

Bhima juga menyebut kenaikan IPM juga belum menentukan kualitas infrastruktur dan pendidikan. Hal ini karena kenaikan booming komoditas dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat kelompok 20 persen teratas. 

“Selama masa pandemi juga terjadi kenaikan orang kaya baru sebanyak 65.000 orang. Banyak juga yang mendadak kaya dari teknologi digital, tapi disisi lain kehadiran internet hanya memberikan efek kenaikan pendapatan terhadap satu persen keluarga miskin,” ucapnya.

Sebelumnya Kepala BPS Margo Yuwono menyampaikan bahwa capaian IPM terdiri dari tiga dimensi yaitu kesehatan, pendidikan, dan dimensi ekonomi. Pertama, dimensi kesehatan diwakili oleh indikator umur harapan hidup saat lahir. 

Pada 2021, indikator ini menunjukkan capaian sebesar 71,57 tahun. Adapun capaian ini meningkat 0,14 persen dari tahun sebelumnya atau setara peningkatan 0,10 tahun.

"Artinya, setiap bayi yang hidup pada tahun 2021 ini mempunyai peluang hidup sebesar 71,57 tahun," ujarnya saat konferensi pers, Senin (15/11).

Kedua, dimensi pendidikan diwakili oleh indikator rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah. Adapun capaian rata-rata lama sekolah pada 2021 sebesar 8,54 tahun, sedangkan harapan lama sekolah sebesar 13,08 tahun.

Adapun capaian harapan lama sekolah meningkat 0,77 persen atau 0,10 tahun, dan rata-rata lama sekolah meningkat 0,71 persen atau 0,06 tahun, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Ketiga, dimensi ekonomi ditunjukkan melalui indikator pengeluaran per kapita per tahun yang disesuaikan. Pada tahun ini, indikator tersebut mencapai perolehan sebesar Rp 11.156.000 per tahun.

"2021 kalau dibandingkan dengan 2020 itu meningkat sebesar Rp 143.000 atau kalau kita hitung persentasenya dibandingkan dengan 2020 atau meningkat 1,30 persen," kata Margo.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement