REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Menjamak sholat—baik taqdim maupun takhir—diperbolehkan bagi para musafir (orang-orang yang melakukan perjalanan). Lantas bolehkah menjamak sholat hanya karena terkendala hujan?
Imam Syafii dalam kitab Fikih Manhaji menjelaskan, menjamak sholat secara taqdim jika terjadinya hujan hukumnya boleh. Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Nabi SAW sholat dengan menjamak Zuhur dan Ashar, serta Maghrib dengan Isya selama tujuh dan delapan hari.
Imam Muslim menambahkan; bukan dalam situasi terancam atau dalam perjalanan. Imam Bukhari menyitir. Ayyub salah seorang perawi berujar, “Barangkali itu dilakukan pada malam turun hujan,”. ‘Barangkali’ katanya.
Di dalam Shahih Muslim disebutkan bahwa Ibnu Abbas berkata, “Beliau (Nabi SAW) tidak ingin merepotkan seorang pun dari umatnya,”.
Dalam hal ini, menjamak sholat tidak boleh dilakukan pada waktu shalat yang kedua karena bisa jadi hujan berhenti. Jika itu terjadi, shalat yang pertama dilakukan di luar waktu tanpa alasan.
Untuk pelaksanaannya disyaratkan beberapa hal berikut:
Pertama, sholat jamaah didirikan di masjid yang jauh menurut ukuran normal. Tempat tersebut tidak mungkin dicapai karena hujan.
Kedua, hujan berlangsung hingga shalat pertama selesai, waktu salam.