REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mendorong BUMN melakukan perubahan. Erick menilai perubahan menjadi keharusan bagi BUMN untuk tetap bertahan dan berkembang di masa yang akan datang.
"Hari ini dunia sangat berubah. Era disrupsi tidak hanya kehidupan, tapi juga digitalisasi, globalisasi, dan juga ada yang namanya ekonomi hijau," ujar Erick dalam 'The 3rd Indonesia Human Capital Summit 2021' di Jakarta, Selasa (16/11).
Menurut Erick, BUMN mau tidak mau harus mampu beradaptasi dengan segala perubahan yang terjadi. Erick meyakini ketidakmauan berubah hanya akan membuat BUMN tertinggal, bahkan tergerus dengan perubahan yang ada.
"Disrupsi ini yang terbesar selama sejarah kehidupan manusia. Kalau kita tidak mengantisipasi tentu sebagai negara dan sebagai BUMN, korporasinya juga, ya kita akan jadi dinosarus," ucap Erick.
Erick mencontohkan dinamika perubahan model bisnis di Amerika Serikat (AS) yang terus terjadi setiap 20 tahun hingga 30 tahun sekali. Erick mengatakan tujuh perusahaan teknologi kini menduduki peringkat teratas dalam daftar perusahaan terbesar di AS, hal yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya lantaran kerap didominasi perusahaan energi.
"Memang di situ ada Tesla otomotif, tapi teknologi. Vagaimana Tesla juga memainkan market yang ke depn otonomous vehicle dan bagaimana Tesla mendisrupsi otomotif, industri market dunia atau yang sekarang Google dengan teknologi advestising atau tidak hanya fitur searchingnya, ini semua berubah," kata Erick.
Erick juga meminta BUMN terus meningkatkan efisiensi agar mendapatkan laba yang lebih optimal. Erick mengatakan total laba bersih BUMN terhitung cukup jauh jika dibandingkan dengan total pendapatan BUMN.
Kata Erick, laba bersih BUMN pada 2020 hanya sebesar Rp 13 triliun atau sangat kecil jika dibandingkan total pendapatan yang mencapai Rp 1.900 triliun. Erick mengatakan laba bersih BUMN hingga setengah tahun ini sudah mencapai Rp 26 triliun dan diperkirakan menyentuh angka Rp 40 triliun pada akhir tahun.
Erick menilai peningkatan laba bersih tak lepas dari upaya efisiensi dan perbaikan operasional pada masing-masing BUMN. Meski begitu, Erick mengaku belum puas dengan peningkatan laba bersih BUMN tersebut.
"Mohon maaf, saya bekas swasta, dari Rp 1.900 triliun, bottom line Rp 40 triliun, itu laba bersih sangat amat kecil, berarti ada pemborosan yang luar biasa di tengah, di capital expenditure (capex) atau belanja modal," ujar Erick.
Oleh karenanya, Erick menilai transformasi human capital memegang peranan penting dalam peningkatan efisiensi perusahaan. Erick mengatakan BUMN harus memanfaatkan digitalisasi dalam mendukung operasional yang lebih efisien. Namun begitu, Erick mengingatkan BUMN untuk tetap menaruh prioritas dalam pembukaan lapangan kerja dalam setiap programnya.
"Itu yang saya tekankan sekarang, bagaimana program-program BUMN harus juga berdampak kepada penciptaan lapangan kerja," kata Erick.
Erick mencontohkan penggabungan BRI, PNM, Pegadaian dalam holding ultra mikro terbukti meningkatkan pertumbuhan lapangan kerja bagi para ibu-ibu dalam program Mekaar.