REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Upaya mengurangi jumlah kasus stunting dan mengingatkan soal pentingnya kesehatan reproduksi terus dilakukan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Hal itu dilakukan salah satunya dengan melaksanakan pembahasan mengenai kedua isu tersebut di forum diskusi global.
"Forum global ini diharapkan dapat meningkatkan solidaritas internasional, terutama di antara negara-negara berkembang," ujar Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo, dalam sambutan yang dibacakan oleh Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan BKKBN pada webinar internasional, Selasa (16/11).
Hasto menjelaskan, webinar internasional bertajuk "Global Family Forum on Best Practice in Reproductive Health and Stunting Reduction" itu menargetkan sejumlah hal. Pertama, untuk menunjukkan dan mendesiminasi kebijakan beserta pelaksanaannya terkait kesehatan reproduksi dan pengurangan angka stunting.
"Kedua, untuk menyediakan kesempatan bagi semua pihak terkait untuk berdiskusi dan bertukarpandangan dalam hal kesehatan reproduksi dan pengurangan angka stunting. Kemudian, untuk membentuk diskusi virtual secara global untuk saling berbagi pengetahuan di antara setiap negara," jelas dia.
Dia menerangkan, ada tiga target dari tujuan pembangunan berkelanjutan, yang biasa disebut dengan sustainable development goals (SDGs), yang perlu dicapai pada 2023 terkait kedua isu tersebut. Pertama, target SDGs nomor 2.2, yakni menghilangkan segala bentuk kekurangan gizi pada 2030.
"Termasuk pada tahun 2025 mencapai target yang disepakati secara internasional untuk anak stunting di bawah usia lima tahun, dan memenuhi kebutuhan gizi remaja perempuan, ibu hamil, dan menyusui, serta manula," kata dia.
Kemudian, target SDGs nomor 3.2, yakni mengakhiri kematian bayi baru lahir dan balita yang dapat dicegah pada 2030, dengan seluruh negara berusaha menurunkan angka kematian neonatal paling tidak hingga 12 per 1.000 kelahiran hidup dan angka kematian balita 25 per 1.000.
"Ketiga, SDGs nonor 5.6, untuk menjamin akses universal terhadap kesehatan seksual dan reproduksi, dan hak reproduksi seperti yang telah disepakati sesuai dengan ICPD tahun 1994 dan Beijing Platform tahun 1995 serta dokumen-dokumen hasil review dari konferensi-konferensi tersebut," jelas dia.
Hasto menyampaikan, Indonesia berkomitmen untuk mencapai target-target SDGs tersebut. Dalam prosesnya, Indonesia telah merancang rencana pengembangan nasional jangka panjang dan juga jangka menengah yang disertai dengan kerangka pendukung bagi pemerintah-pemerintah daerah.
"Pada Januari 2021, Presiden Indonesia, Joko Widodo, memberikan mandat kepada BKKBN untuk menjadi pemimpin dalam melakukan upaya percepatan penanganan stunting," ungkap Hasto.
Selama ini, kata dia, penurunan angka stunting di Indonesia masih berada pada angka 1,6 persen per tahunnya. Melalui penugasan tersebut, Presiden memiliki target, setidaknya dalam tiap tahun angka stunting di Indonesia dapat diturunkan hingga 2,7 persen.
"Hingga tahun 2024 mendatang, penurunan angka tersebut ditargetkan untuk turun hingga 14 persen dari angka yang sebesar 27,6 persen di tahun 2019," kata Hasto.
Pada kesempatan itu hadir pula sejumlah pihak yang turut menjadi narasumber. Mereka adalah Utusan Khusus Presiden Seychelles untuk ASEAN, Nico Barito; Direktur Regional UNFPA, Bjorn Andersson; Representasi UNFPA untuk Indonesia, Anjali Sen.
Kemudian, hadir pula Direktur Eksekutif Komisi Populasi dan Pengembangan Filipina, Juan Antonio Perez III; dan Direktur Sosial Budaya dan Organisasi Internasional Negara Berkembang, Penny Dewi Herasati.