REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- PBB mengatakan dalam satu pekan terakhir pemerintah Ethiopia menahan sekitar 1.000 orang di berbagai kota. Sebagian besar orang yang ditahan beretnis Tigray.
Pada 2 November lalu Ethiopia mendeklarasikan masa darurat nasional. Status darurat ini ditetapkan satu tahun setelah konflik antara pemerintah federal dengan pasukan partai daerah Tigray People's Liberation Front (TPLF) pecah.
Deklarasi yang berlaku selama enam bulan ini mengizinkan pemerintah menahan seseorang tanpa pengadilan sepanjang masa darurat berlangsung. Selain itu pemerintah Ethiopia juga dapat menggelar penggeledahan tanpa surat perintah pengadilan.
"Dalam satu pekan atau lebih diyakini setidaknya 1.000 individu telah ditahan, beberapa laporan menyatakan angkanya lebih tinggi lagi," kata Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR), Selasa (16/11).
"Semua perkembangan ini sangat menganggu mengingat sebagian besar yang ditahan dilaporkan orang-orang yang berasal dari Tigray," tambah OHCHR.
Juru bicara pemerintah Ethiopia Legesse Tulu tidak menjawab permintaan komentar. Sebelumnya polisi mengatakan penangkapan tidak bermotif etnis tapi bertujuan menahan pendukung TPLF.
PBB mengatakan kondisi pusat penahanan buruk dan terlalu padat. Selain itu banyak yang tidak diberitahu alasan penahanan mereka. Beberapa pegawai PBB juga ada yang ditangkap.
PBB mengatakan 10 orang pegawainya masih ditahan setelah 16 orang ditangkap pekan lalu. Sekitar 34 dari 72 kontraktor PBB yang ditangkap pekan lalu masih berada di tahanan.
Pekan lalu pemerintah mengatakan semua warga Ethiopia yang bekerja untuk PBB akan ditahan untuk dimintai pertanggungjawabannya karena telah melanggar hukum. TPLF yang pernah mendominasi politik Ethiopia menuduh pemerintah federal memaksakan pemerintah terpusat.
Sementara itu pemerintah federal menuduh TPLF mencoba kembali ke dominasi mereka sebelumnya. PBB mengatakan kedua belah pihak mungkin telah melakukan kejahatan perang.