REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Rr Laeny Sulistyawati, Febryan A
Banjir masih terus terjadi di Kalimantan. Kerusakan alam ditengarai menjadi salah satu penyebab utama banjir di sana. Direktur Perencanaan dan Evaluasi Pengendalian Daerah Aliran Sungai (DAS) Saparis Soedarjanto mengatakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah mengidentifikasi daerah DAS kritis dan melakukan rehabilitasi di wilayah berpotensi banjir di Kalimantan.
"Kita lihat memang ada hulu DAS yang rusak, ada yang di kawasan hutan dan di luar kawasan hutan. Yang bisa kita intervensi hanya di dalam kawasan hutan," kata Saparis, Rabu (17/11).
Saparis menjelaskan KLHK terus melakukan identifikasi daerah-daerah yang memerlukan rehabilitasi untuk mendorong upaya penanganan bencana yang komprehensif baik oleh pusat maupun daerah. Dari identifikasi kawasan kritis dan berpotensi menjadi salah satu faktor terjadinya banjir, KLHK kemudian melakukan intervensi berupa rehabilitasi lahan.
Namun, dia menegaskan bahwa banjir yang terjadi bukanlah sepenuhnya terjadi karena faktor kehutanan tapi juga dari kegiatan lain seperti pertanian serta terdapat faktor curah hujan ekstrem akibat fenomena La Nina. Meski demikian KLHK terus mengoptimalkan berbagai upaya untuk mengurangi potensi banjir di Kalimantan.
Dia menjelaskan bahwa untuk melakukan rehabilitasi DAS yang sukses diperlukan juga ketersediaan bibit yang baik. Untuk itu KLHK telah membangun beberapa lokasi persemaian permanen seperti yang berada di Pontianak Utara, Kalimantan Barat dan Bukit Merdeka di Kalimantan Timur. "Setiap persemaian permanen tadi itu produksinya hampir satu juta batang per tahun dan sudah cukup besar," ujarnya.
Ia mengeklaim KLHK mengambil langkah komprehensif untuk mendorong rehabilitasi DAS di kawasan rawan banjir di Kalimantan. "Sebetulnya kami sudah berusaha komprehensif, kami identifikasi penyebabnya kemudian kami intervensi dan pendukungnya kami persiapkan seperti persemaian," kata Saparis.
KLHK melakukan rehabilitasi salah satunya dengan menanam vegetasi dengan mempertimbangkan aspek kesesuaian lahan di wilayah DAS di Kalimantan. Untuk itu, ketika menyiapkan persemaian permanen maka bibitnya adalah yang sesuai dengan kondisi ekosistem sekitar.
Selain itu dipertimbangkan pula fungsinya dalam pencegahan banjir terutama untuk penyerapan air dan meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah. Ada juga pendekatan tata ruang, dengan masih adanya pemukiman di daerah sempadan sungai atau wilayah sekitar palung sungai yang ditetapkan sebagai batas perlindungan.
Saparis mengatakan sosialisasi terus dilakukan terkait isu tersebut mengenai potensi bencana ketika berdiam di daerah tersebut. "Ada dua, relokasi atau adaptasi. Jika memang mereka itu tetap tinggal di situ ya harus beradaptasi misalnya dengan menggunakan rumah panggung," tegas Saparis.
Berdasarkan pantauan udara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) kondisi DAS Kapuas dan Melawi yang melintasi wilayah provinsi Kalimantan Barat, pada Selasa (16/11), ditemukan adanya kerusakan lingkungan maupun bentang alam yang masif di beberapa titik tak jauh dari bantaran sungai.
"Kerusakan bentang alam tersebut diduga menjadi faktor yang membuat berkurangnya daya dukung dan daya tampung lingkungan hingga kemudian memicu banjir besar di beberapa lokasi seperti Kabupaten Melawi, Kabupaten Sintang, Kabupaten Sanggau dan Kabupaten Sekadau di Kalimantan Barat, sejak satu bulan terakhir," ujar Plt Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Rabu (17/11).
Dalam kunjungan kerja peninjauan banjir di Kabupaten Sintang Kepala BNPB Letjen TNI Ganip Warsito mengatakan bahwa bencana hidrometeorologi basah seperti banjir, banjir bandang dan tanah longsor seharusnya dapat dicegah dengan berbagai upaya. Upaya tersebut menurut Ganip adalah dengan tata kelola lingkungan yang baik sebagaimana fungsinya dan diimbangi dengan perilaku masyarakat untuk lebih peduli dan memahami tentang pemanfaatan alam yang berkelanjutan untuk kehidupan di masa depan.
“Kalau kita melihat dan mengevaluasi itu, maka bencana hidrometeorologi sebenarnya bencana yang bisa kita cegah. Dengan apa? Dengan penggunaan ruang hidup yang benar, kemudian perilaku masyarakat kita yang memahami tentang penggunaan alam dan seisinya itu untuk kehidupannya,” ujar Ganip.
Sebelumnya, BNPB juga telah mengingatkan para pemangku kebijakan di daerah agar meningkatkan kesiapsiagaan dan mengambil upaya mitigasi bencana terkait adanya informasi peringatan dini dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang menyatakan bahwa fenomena La Nina akan melanda wilayah Indonesia hingga Februari 2022. Fenomena La Nina menurut BMKG dapat memicu terjadinya peningkatan frekuensi dan intensitas curah hujan dari 20 persen hingga 70 persen.
“BNPB sejak dari awal telah mengingatkan para BPBD untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi bencana hidrometeorologi basah dengan mitigasi, baik itu jangka pendek maupun jangka panjang. Kita harus siaga terus,” kata Ganip.