REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Greenpeace Indonesia mengakui pernah bekerja sama dengan sebuah grup perusahaan sawit dan kertas pada 2013-2018 silam, sebagaimana ditudingkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Tapi, organisasi pemerhati lingkungan ini membantah bahwa dalam kerja sama tersebut mereka tak pernah mempersoalkan deforestasi, aktivitas produksi di lahan gambut dan di kawasan hutan yang dilakukan perusahaan tersebut.
Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace, Arie Rompas, menjelaskan, kerja sama yang dimulai pada 2013 itu adalah antara Greenpeace Indonesia dan Asia Pulp & Paper (APP) grup Sinar Mas. Arie menyebut, pihaknya hanya bekerja sama dengan grup Sinar Mas. Pihaknya tak pernah bekerja sama dengan sebuah perusahaan sawit pada 2011, sebagaimana dirundingkan KLHK.
Adapun kerja sama dengan Sinar Mas, kata Arie, bermula ketika grup perusahaan yang bergerak di bidang kertas dan sawit tersebut diketahui "merupakan pemain besar dalam melakukan deforestasi hutan". Setelah mendapat tekanan dari kelompok pemerhati lingkungan dan konsumennya sendiri, Sinar Mas akhirnya berkomitmen untuk menghentikan deforestasi di area konsesinya.
Dari komitmen itu Greenpeace Indonesia sepakat bekerja sama memberikan saran dan memantau upaya penghentian deforestasi Sinar Mas. "Kita kemudian kasih advice ke mereka untuk membuat kebijakan konservasi lahan dan nol deforestasi di grup ini, di semua perusahaannya," kata Arie kepada Republika, Rabu (17/11).
Dengan demikian, kata Arie, tudingan KLHK bahwa Greenpeace tak pernah mempermasalahkan deforestasi yang dilakukan Sinar Mas adalah salah besar. Justru penghentian deforestasi menjadi pokok kerja sama Greenpeace dengan Sinar Mas. Greenpeace juga mempersoalkan aktivitas produksi grup tersebut di lahan gambut dan di kawasan hutan.
Arie juga menyoroti tudingan KLHK yang menyebut, selama bekerja sama, Greenpeace tak pernah meminta pencabutan izin Sinar Mas di lahan gambut dan di kawasan hutan. Arie mengatakan, pihaknya sebenarnya sudah berulang kali mengampanyekan hal itu.
"Kan Greenpeace bukan pemerintah yang punya kewenangan. Seharusnya KLHK yang mencabut izin tersebut berdasarkan temuan KLHK," ungkap Arie.
Ironisnya, kata Arie, ketika beberapa tahun silam Greenpeace mengampanyekan soal penggunaan lahan gambut dan kawasan hutan oleh Sinar Mas, KLHK justru membantah. "Kan lucu ya pernyataan Sekjen KLHK ini yang dulunya Dirjen. Ketika Greenpeace mengampanyekan kerusakan-kerusakan yang disebabkan Sinar Mas, dia yang kemudian membantah bahwa itu adalah kampanye yang akan merusak ekonomi Indonesia," kata Arie. Sekjen KLHK Bambang Hendroyono diketahui pernah menjabat Dirjen Bina Usaha Kehutanan KLHK pada 2012-2015.
Arie menambahkan, kerja sama Greenpeace dan KLHK resmi diakhiri pada 2018 silam. Hal itu diumumkan Greenpeace secara resmi di website-nya. Kerja sama berakhir, kata dia, karena Sinar Mas diketahui masih melakukan deforestasi pada 2016-2017 dengan menggunakan jasa perusahaan lain.
Menurut Arie, semua tudingan KLHK ini menunjukkan kebobrokannya sendiri. Saat Greenpeace ingin berdebat terbuka terkait data deforestasi, KLHK malah berupaya menyerang Greenpeace. "KLHK malah secara subjektif menyampaikan informasi-informasi sampah untuk publik," katanya.
Sebelumnya, KLHK menuding Greenpeace Indonesia pernah bekerja sama dengan sejumlah perusahaan sawit dan perusahaan kertas, yang melakukan penggundulan hutan pada periode 2011-2018. Oleh karenanya, wajar saja Greenpeace memahami isu deforestasi.
Sekjen KLHK Bambang Hendroyono, dalam siaran pers resminya, mengatakan, selama kerja sama dengan Greenpeace, perusahaan-perusahaan itu masih melakukan deforestasi. Bahkan perusahaan-perusahaan itu sampai menyebabkan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) 2015.
Bambang juga menuding Greenpeace tak pernah mempersoalkan aktivitas sejumlah perusahaan itu di lahan gambut dan di kawasan hutan. Greenpeace juga tak pernah meminta pencabutan konsesi perusahaan itu di lahan gambut dan di kawasan hutan.
Bagi Bambang, Greenpeace tak konsisten dalam bersikap. "Jika sekarang Greenpeace mempersoalkan sawit di kawasan hutan, pertanyaannya adalah mengapa baru sekarang mempersoalkannya? Bukankah Greenpeace telah bertahun-tahun lamanya berkolaborasi dengan grup sawit yang memiliki sawit di dalam kawasan hutan?" kata Bambang.
Tudingan ini disampaikan KLHK karena Greenpeace Indonesia mengkritik pidato Jokowi di COP26 Glasgow terkait turunnya angka deforestasi. Greenpeace membantah klaim Jokowi itu. Greenpeace menyebut, deforestasi di Indonesia justru meningkat dari yang sebelumnya 2,45 juta ha (2003-2011) menjadi 4,8 juta ha (2011-2019).