REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejakgung) melakukan eksekusi pidana penjara terhadap Inspektur Jenderal (Irjen) Napoleon Bonaparte ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kelas I Cipinang, Jakarta Timur (Jaktim). Eksekusi tersebut dilakukan pada Selasa (16/11) oleh tim Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel), setelah Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi mantan Kadiv Hubinter Mabes Polri tersebut.
MA, dalam putusannya, tetap menghukum Napoleon, dengan penjara selama 4 tahun. Napoleon juga tetap dikenakan denda Rp 100 juta terkait vonis bersalah atas kasus korupsi, penerimaan suap dan gratifikasi penghapusan red notice, buronan Djoko Sugiarto Tjandra.
“Bahwa jaksa eksekutor dari Kejakssaan Negeri Jakarta Selatan, telah melaksanakan eksekusi pidana badan terhadap terpidana Irjen Pol Napoleon Bonaparte ke LP Kelas I Cipinang,” kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung, Leonard Ebenezer Simanjuntak, Rabu (17/11).
Ebenezer menerangkan, selama proses upaya hukum yang dilakukan oleh Napoleon, masih menempatkan dia di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba cabang Bareskrim Polri. Namun, setelah MA dalam putusan kasasi menyatakan penolakan, artinya kasus korupsi yang terkait dengan peran Napoleon sudah berkekuatan hukum tetap.
Dalam putusan kasasi tersebut, Ebenezer menerangkan, bukan cuma kasasi Napoleon selaku terdakwa yang ditolak oleh hakim agung. Melainkan, kata dia, juga kasasi yang diajukan oleh jaksa penuntut umum.
“Bahwa dengan putusan upaya hukum kasasi dari Mahkamah Agung tersebut, maka terkait perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte, dapat dijalankan, dan dinyatakan inkrah,” kata Ebenezer.
MA, dalam putusan kasasinya, menguatkan vonis Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta Pusat dan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta. Dari dua putusan pengadilan tingkat pertama dan tinggi itu dinyatakan Napoleon bersalah menerima total Rp 7,5 miliar dalam pecahan dolar AS, dan Singapura.
Pemberian itu dilakukan oleh pengusaha Tommy Sumardi untuk Napoleon selaku Kadiv Hubinter Mabes Polri, agar menghapus status red notice Djoko Sugiarto Tjandra, buronan korupsi cessie Bank Bali 1999 dari sistem daftar pencarian orang (DPO) interpol. Atas penerimaan tersebut, hakim menghukum Napoleon selama empat tahun penjara.
Napoleon, saat mendekam di Rutan Bareskrim Polri, sebetulnya terikat pada kasus yang lain. Bulan lalu, Bareskrim Polri menetapkan jenderal bintang dua di kepolisian itu sebagai tersangka terkait dengan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Sebelum itu, Bareskrim Polri, juga menetapkan Napoleon sebagai tersangka atas kasus tindak pidana pengaiyaan terhadap tersangka penista agama Islam yang ditahan di Rutan Bareskrim Polri. Setelah dilakukan eksekusi, saat ini, Napoleon menunggu status hukum lainnya, termasuk keputusan terkait dengan nasibnya sebagai anggota Polri.