REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat bahwa setidaknya terdapat 281 anggota dewan dan 152 kepala daerah pernah berurusan dengan lembaga antirasuah. Angka itu dihitung sejak 2014 hingga Maret 2021.
"Angka tersebut menyumbang 35 persen dari keseluruhan angka 'pasien KPK'," kata Direktur Pembinaan Peran Serta Masyarakat (Permas) KPK Kumbul Kusdwidjanto Sudjadi dalam keterangan, Rabu (17/11).
Hal tersebut dusampaikan saat KPK dalam Bimbingan Teknis (Bimtek) Antikorupsi Bagi Penyelenggara Dan Pemilih Pemilu Berintegritas di Yogyakarta. Kumbul mengatakan, padahal sejatinya jabatan-jabatan tersebut dijalankan secara amanah karena sudah dipilih oleh konstituen.
Dia menambahkan, berbagai survei atau indeks persepsi terkait prinsip demokrasi, politik uang dan integritas pemilu Indonesia pun telah dilakukan dan menunjukkan hasil yang cenderung bernilai negatif dan mengecewakan. Untuk itu pemberdayaan masyarakat sektor politik menjadi salah satu strategi untuk menanggulangi persoalan tersebut.
Dia menegaskan, begitu seseorang memiliki jabatan dan kekuasaan maka prinsip tidak korupsi belum tentu masih dipegang. Untuk itu, sambung dia, KPK berkepentingan untuk terus memberikan edukasi mengingat banyaknya pelaku korupsi yang ditangani KPK adalah kader partai politik yang notabene melalui sistem politik.
"Pemilu masih lama. Pemilu tugasnya KPU dan Bawaslu, kenapa KPK sibuk ngurusi? Kita tidak bisa bicara lama atau tidak. Karena gejolak dan riak terus terjadi. Korupsi pun terus berlangsung. Makanya perlu kita ingatkan. Karena sekali lagi kami ingatkan korupsi adalah pilihan hidup. Hari ini gak korupsi, besok belum tentu," katanya.