Kamis 18 Nov 2021 09:42 WIB

Lawan Junta, Banyak Siswa dan Guru Myanmar Boikot Sekolah

Memboikot sekolah dinilai sebagai cara yang ampuh untuk memprotes militer.

Rep: Rizky Jaramaya/Kamran/ Red: Teguh Firmansyah
Para siswa tiba di sekolah dasar Min Gan pada hari pertama tahun ajaran baru, di Sittwe, Negara Bagian Rakhine, Myanmar, 01 Juni 2021.
Foto: EPA-EFE/STRINGER
Para siswa tiba di sekolah dasar Min Gan pada hari pertama tahun ajaran baru, di Sittwe, Negara Bagian Rakhine, Myanmar, 01 Juni 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Ruang kelas hampir sepenuhnya kosong ketika sekolah dibuka kembali di seluruh Myanmar. Sebagian besar siswa dan guru menolak untuk hadir ke sekolah.

"Saya belum pergi ke sekolah karena ada ledakan baru-baru ini. Tidak ada teman saya yang pergi juga,” kata Chika Ko, seorang siswa sekolah menengah berusia 16 tahun dari Pyay, sebuah kota di negara bagian Bago, yang meminta agar nama aslinya disamarkan.

Baca Juga

 “Sekolah saya belum diserang tetapi ketika saya mendengar ledakan di sekolah lain, itu membuat saya sangat takut dan jadi saya tinggal di rumah," kata Chika Ko, dilansir Aljazirah, Kamis (17/11).

Chika Ko mengatakan, sekolahnya biasanya memiliki 600 siswa, tetapi hanya sekitar 20 siswa yang muncul di kelas dalam beberapa minggu terakhir. Junta militer mengumumkan pembukaan kembali sekolah pada 1 November. Sekolah ditutup secara nasional pada Juli karena Covid-19.

Sejak sekolah kembali dibuka, banyak siswa yang menolak untuk hadir. Mereka memboikot sekolah untuk memprotes para jenderal yang merebut kekuasaan dalam kudeta pada 1 Februari. Tetapi di sisi lain, mereka takut pergi ke sekolah karena dapat menjadi sasaran serangan.

Nay Zin Oo adalah orang tua berusia 48 tahun dari Yangon.  Dia memiliki satu anak di sekolah dasar dan dua anak di sekolah menengah. Sejak sekolah kembali dibuka, dia tidak mengizinkan anak-anaknya pergi ke kelas.

“Sekolah-sekolah itu dioperasikan oleh militer dan sebagai seorang revolusioner, saya menolak untuk mengirim anak-anak saya ke sekolah,” kata Nay Zin Oo yang meminta agar nama aslinya disamarkan.

 “Kalau kami, orang tua, memilih menyekolahkan anak kami, itu artinya kami mendukung militer. Saya akan mengirim mereka setelah pihak yang berbeda menang," kata Nay Zin Oo menambahkan.

Nay Zin Oo percaya bahwa, memboikot sekolah adalah cara yang ampuh untuk memprotes militer saat dia berjuang untuk kembali ke pemerintahan sipil yang terpilih pada November 2020. Dia juga ingin melawan sistem pendidikan negara yang sudah ketinggalan zaman.

“Dalam sistem pendidikan saat ini (siswa) bahkan tidak akan mendapatkan banyak (manfaat) , jadi saya melihat tidak ada gunanya mengirim mereka (ke sekolah). Ketika mahasiswa lulus di sini, gelar itu hanya berguna di negara kita, itu pun tidak terlalu berguna,” kata Nay Zin Oo, yang lulus dengan gelar ganda di bidang teknik dan fisika, tetapi sekarang bekerja sebagai sopir taksi.

Tanggal 1 November bukan pertama kalinya sekolah dibuka kembali. Sebagian besar sekolah telah ditutup pada saat kudeta karena Covid-19. Tetapi pada akhir musim semi militer mengumumkan bahwa sekolah akan dibuka kembali pada 1 Juni. Namun, hampir tidak ada siswa yang pergi ke kelas karena sebagian besar berpartisipasi dalam gerakan pemogokan.

Guru dan siswa adalah yang pertama memimpin Gerakan Pembangkangan Sipil (CDM) atau gerakan protes anti-militer Myanmar. Mereka memboikot kelas dan menolak untuk berpartisipasi dalam upaya militer untuk mereformasi sistem pendidikan.  Pada Juni, sekitar setengah dari 400 ribu guru Myanmar dilaporkan melakukan aksi mogok untuk mendukung CDM.

“Militer telah menekan para guru untuk pergi ke sekolah dalam upaya untuk menutup Gerakan Pembangkangan Sipil,” kata Min Htet, seorang anggota eksekutif dari Serikat Pendidikan Dasar, sebuah kelompok yang bekerja untuk mereformasi sistem pendidikan negara, dan meminta agar nama aslinya disamarkan.

 “Banyak guru telah mengundurkan diri tetapi yang lain merasa mereka tidak punya pilihan selain pergi ke sekolah," kata Min Htet.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement