REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Israel, Yordania dan Uni Emirat Arab (UEA) akan menandatangani kesepakatan untuk membangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Yordania. Situs berita Axios di Amerika Serikat (AS) melaporkan, kesepakatan itu diperkirakan akan ditandatangani pada Senin pekan depan di Dubai, di hadapan Utusan Khusus Presiden AS untuk Iklim, John Kerry.
"Ini adalah proyek kerja sama regional terbesar yang pernah dilakukan antara Israel dan negara tetangganya," ujar laporan Axios.
Seperti dilansir Anadolu Agency, Kamis (17/11), kesepakatan tersebut menyerukan agar panel surya yang didanai UEA menyediakan energi terutama ke Israel, yang akan membangun pabrik desalinasi di pantai Mediterania untuk menyediakan air ke Yordania. Kesepakatan tersebut menyerukan agar pembangkit listrik tenaga surya beroperasi pada 2026 dan menghasilkan 2 persen energi Israel 2030.
Israel membayar total 180 juta dolar AS per tahun untuk pemerintah Yordania dan perusahaan UEA. Perjanjian itu akan ditandatangani oleh Menteri Energi Israel Karine Elharrar, Menteri Air Yordania Raed Abu Al-Saud dan Menteri Luar Negeri UEA Abdullah bin Zayed.
"Kesepakatan itu akan meningkatkan kepentingan strategis hubungan antara Israel dan Yordania, yang telah meningkat secara signifikan sejak Naftali Bennett menggantikan Benjamin Netanyahu sebagai perdana menteri Israel. Kesepakatan itu juga harus meringankan krisis air Yordania," kata laporan Axios.
Kesepakatan tersebut merupakan hasil negosiasi melalui beberapa panggilan telepon dari Kerry ke Raja Yordania Abdullah II dan Menteri Luar Negeri Israel Yair Lapid. Ketiganya melakukan pembicaraan rahasia dan menjadi lebih serius pada September. Kemudian rancangan kesepakatan telah matang pada akhir Oktober.
Kesepakatan itu awalnya akan ditandatangani dua minggu lalu selama konferensi iklim COP26 di Glasgow. Axios mengutip pejabat Israel yang tidak mau disebutkan namanya yang mengatakan, Raja Abdullah siap untuk bergerak maju, tetapi Bennett meminta untuk menunda penandatanganan karena khawatir akan menimbulkan kritik politik domestik.