Apersi Minta Relaksasi Izin Pembangunan Rumah Subsidi
Rep: Dadang Kurnia/ Red: Muhammad Fakhruddin
Apersi Minta Relaksasi Izin Pembangunan Rumah Subsidi (ilustrasi). | Foto: ANTARA/Arnas Padda
REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA -- Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indobesia (Apersi) meminta relaksasi izin pembangunan rumah subsidi maupun non-subsidi. Ketua Umum DPP Apersi Junaidi Abdillah mengungkapkan, permintaan tersebut dilayangkan lantaran peralihan dari Izin Mendirikan Bangunan (IMB) menjadi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) yang merupakan bagian dari Undang-undang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) hingga saat ini belum berjalan.
Junaidi mengatakan, PBG merupakan amanat UU Cipta Kerja dan otomatis menggugurkan aturan IMB. Sayangnya, saat ini pemerintah daerah belum siap menjalankan kebijakan pemerintah pusat tersebut. Junaidi pun mengaku, 3.500 pengembang yang menjadi anggota Apersi mengeluhkan situasi tersebut, karena pembangunan dirasanya mengalami stagnasi.
"Kami harap akan adanya relaksasi PBG, apapun rekayasanya yang penting tidak melanggar hukum. Kalau ini tidak dilaksanakan perkiraan saya satu tahun setengah backlog kebutuhan rumah yang tidak bisa diproduksi," katanya di sela Rakerda ke-VI Apersi Jatim di Golden Tulip Holland Resort, Kamis (18/11).
Junaidi mengatakan, aturan dari pemerintah pusat memang tidak mudah diterapkan di sejumlah daerah karena kerap berbenturan dengan peraturan pemerintah daerah. Situasi ini mengakibatkan perizinan membutuhkan waktu lebih dari setahun.
"Perda-nya belum ada. Hasilnya banyak anggota kami yang proyeknya tertunda. Untuk membuat Perda itu butuh waktu dan jika PBG belum bisa dilakukan maka produksi unit rumah atau pasokan akan terhambat," ujar Junaidi.
Junaidi menambahkan, jika tidak ditemukan jalan keluar, kondisi perekonomian yang mulai membaik di tengah pandemi Covid-19 akan percuma. Padahal, kata dia, sektor properti jika berjalan dapat menggerakkan perekonomian dan memiliki efek domino yang mendorong sektor lain bergerak.
Junaidi menegaskan, anggota Apersi banyak yang kebingungan saat ini atas ketidakjelasan aturan yang ada. Maka dari itu, lanjut dia, Apersi berharap kepada lintas kementerian seperti Kementerian PUPR, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri), Kementerian ATR/BPN, Kementerian Investasi/BKPM yang mengurusi soal ini segera menyelesaikannya.
“Kita sebagai pengembang itu butuh kepastian, kepastian bisnis. Menurut saya, bukan hanya pengembang saja yang terganggu bisnisnya, perbankan pun akan terganggu realisasi penyaluran kredit KPR-nya,” kata dia.
Ketua DPD Apersi Jatim, Makhrus Sholeh juga mengakui banyak anggotanya yang tidak bisa melakukan penginputan data perizinan karena data error dan ditolak. Ia pun berharap sistem OSS (Online Single Submission) PBG bisa direlaksasi.
"Anggota kami ada 332 pengembang, dan hampir 80 persen ekspansi perizinan baru tidak jalan. Kami harap pemerintah pusat, kota dan kabupaten memberi solusi relaksasi perizinan," ujarnya.
Sekjen DPP Apersi, Daniel Jumali menambahkan Apersi hingga Oktober mampu menyumbang pembangunan rumah subsidi mencapai 60 persen. Yaitu sekitar 103.000 unit bangunan dari target pemerintah pada tahun 2021 sebanyak 178.728 unit rumah.
"103 ribu unit berarti kami dari Apersi membutuhkan dana lebih dari Rp 15 triliun. Kemudian ada lebih 177 sektor lain dari semen sampai ke genteng yang terlibat," kata dia.