Kamis 18 Nov 2021 14:08 WIB

Jaksa Agung Ajak Kaji Pidana Mati Koruptor

Sanksi pidana tegas berperan penting dalam proses pemberantasan korupsi.

Jaksa Agung ST Burhanuddin mengkaji kemungkinan hukuman mati bagi koruptor.
Foto: Dok Republika
Jaksa Agung ST Burhanuddin mengkaji kemungkinan hukuman mati bagi koruptor.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan penerapan hukuman pidana mati bagi koruptor perlu dikaji secara bersama. Hukuman mati koruptur mungkin bisa menjadi mencegah praktik-praktik korupsi di Tanah Air sedini mungkin.

"Kajian terhadap pelaksanaan hukuman pidana mati khususnya terhadap para pelaku tindak pidana korupsi perlu kita perdalam bersama," kata dia di Jakarta, Kamis (18/11). Hal ini juga mengingat Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang selanjutnya disebut Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Baca Juga

Ia mengatakan keberadaan sanksi pidana tegas dan keras akan memiliki peran yang sangat penting dalam proses pemberantasan korupsi guna memberikan efek jera bagi pelaku. Tujuannya adalah supaya para pelaku tindak pidana korupsi tidak mengulangi perbuatan dikemudian hari.

"Hal ini terbukti cukup berhasil dengan sedikitnya pengulangan tindak pidana yang dilakukan oleh mantan para koruptor," kata ST Burhanuddin.

Penerapan hukuman mati bagi koruptor juga dilatarbelakangi oleh masih kurang efektifnya upaya-upaya yang telah dilakukan selama ini oleh aparat penegak hukum terutama Kejaksaan Agung RI. Dalam usaha pemberantasan tindak pidana korupsi, selain upaya preventif juga diperlukan tindakan represif yang tegas.

Kejaksaan telah melakukan upaya itu untuk menciptakan efek jera antara lain menjatuhkan tuntutan berat sesuai tingkat kejahatan pelaku. Kedua, mengubah pola-pola pendekatan, memiskinkan koruptor dengan melakukan perampasan aset-asetnya. Lalu penerapan pemberian justice collaborator(pelaku tindak pidana yang bersedia untuk bekerja sama dengan aparat penegak hukum turut membongkar kasus) diberikan secara selektif guna menentukan pelaku lain.

Berikutnya melakukan gugatan keperdataan terhadap pelaku yang telah meninggal dunia atau diputus bebas namun secara nyata telah ada kerugian negaranya. "Akan tetapi, upaya tersebut ternyata belum cukup untuk mengurangi kuantitas kejahatan korupsi. Oleh karena itu, Kejaksaan merasa perlu untuk melakukan terobosan hukum dengan menerapkan hukuman mati," kata dia.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement