Kamis 18 Nov 2021 17:20 WIB

BI Waspadai Tapering, Gangguan Rantai Pasok, dan Inflasi

Transmisi pada ekonomi domestik diperkirakan cenderung rendah tekanan.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Friska Yolandha
 Orang berjalan di antara pedagang kaki lima di Jakarta, Selasa (16/11). Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat inflasi Indonesia tercatat sebesar 1,66 persen pada Oktober 2021, lebih rendah dari sebulan sebelumnya dan setahun sebelumnya di 1,60 dan 1,44 persen.
Foto: EPA-EFE/Bagus Indahono
Orang berjalan di antara pedagang kaki lima di Jakarta, Selasa (16/11). Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat inflasi Indonesia tercatat sebesar 1,66 persen pada Oktober 2021, lebih rendah dari sebulan sebelumnya dan setahun sebelumnya di 1,60 dan 1,44 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) terus mewaspadai dampak tapering di Amerika Serikat terhadap kondisi ekonomi global. Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo mengatakan BI terus memantau tapering AS dan dampaknya di pasar termasuk rantai pasok global.

"Rencana The Fed sudah setiap pekan kita pantau terus, ada kejelasan ya bahwa Tapering itu bukan pengetatan likuiditas tapi pengurangan tambahan likuiditas di pasar AS," katanya dalam Konferensi Pers Rapat Dewan Gubernur BI November 2021, Kamis (18/11).

Saat ini terjadi kelonggaran likuiditas yang signifikan di sektor keuangan AS. Sehingga tambahan likuiditas dari bank sentralnya dikurangi mulai bulan November 2021 ini. Perry mengatakan, BI tidak melihat pengaruh yang sangat signifikan.

"Tapi bukan berarti ketidakpastiannya mereda," katanya.

Adapun terkait kekhawatiran pada kekurangan rantai pasok global yang mulai terjadi, menurut Perry itu berkaitan dengan varian delta yang mempengaruhi mobilitas. Gangguan mata rantai global memang sudah mulai menurun, terlihat dari peningkatan aktivitas di sejumlah negara seperti China dan AS.

China telah mulai meningkatkan lagi produksinya, termasuk aktivitas di pelabuhan-pelabuhan AS. Namun, ini bukan berarti gangguan pada rantai pasok hilang. Masih ada tapi mulai menurun.

"Dua faktor gangguan yang masih terjadi yakni kurangnya ketersediaan pasokan dan adanya kenaikan permintaan, terutama energi dari negara maju dalam mempersiapkan musim dingin," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement