Kamis 18 Nov 2021 23:31 WIB

Durasi Tidur di Malam Hari Pengaruhi Fungsi Otak

Jam tidur malam harus terpenuhi agar fungsi otak tetap baik.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Nora Azizah
Jam tidur malam harus terpenuhi agar fungsi otak tetap baik.
Foto: Piqsels
Jam tidur malam harus terpenuhi agar fungsi otak tetap baik.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hubungan antara tidur dan kognitif sudah lama dikaitkan oleh para peneliti. Kurang tidur dapat memicu penurunan kognitif, tetapi gejala penurunan itu sendiri dapat mengganggu siklus tidur. Namun, ada sebuah studi baru yang menjabarkan harus memenuhi jam tidur malam agar fungsi otak tetap baik.

Studi mencatat pola tidur selama empat hingga enam malam dari sekitar 100 orang tua dengan usia rata-rata 75 tahun. Semua respondens telah menjalani serangkaian tes kognitif sejak 12 tahun sebelumnya. Penelitian ini secara unik bisa melihat beberapa titik data hubungan antara kognitif dan tidur dalam kelompok orang sekaligus. Para peneliti menemukan durasi tidur malam yang pas untuk menjaga kesehatan otak adalah antara 5,5-7,5 jam per malam meskipun jumlah pastinya akan bervariasi, tergantung pada usia.

Baca Juga

"Ada hubungan terbalik berbentuk U, yang kami temukan antara durasi tidur dan penurunan kognitif. Orang yang tidur kurang dari jumlah itu atau lebih dari jumlah itu, cenderung menunjukkan penurunan kesehatan kognitif dari waktu ke waktu," kata penulis utama studi, Brendan P Lucey, dilansir dari wellandgood, Kamis (18/11).

Untuk mengurai hubungan ini, para peneliti secara khusus memilih peserta untuk studinya yang sudah terlibat dalam program penelitian Alzheimer longitudinal Universitas Washington.

“Dengan cara ini, kami memiliki gambaran keseluruhan tentang perubahan kognitif setiap peserta dari waktu ke waktu. Lalu kami dapat menganalisis kaitannya dengan jumlah tidur yang mereka dapatkan selama studi,” kata Dr Lucey yang juga Profesor Neurologi dan Direktur Sleep Medicine Center Universitas Washington.

Bagian terakhir itu dilakukan dengan meminta para peserta memakai mesin elektroensefalogram (EEG) kecil, yang diikatkan ke dahi mereka selama beberapa malam saat tidur di rumah. Hal itu untuk mengesampingkan perbedaan yang dapat terjadi pada orang-orang yang melaporkan kebiasaan tidur mereka.

Setelah para peneliti dilengkapi dengan semua data longitudinal tersebut, mereka dapat mengontrol gejala bawaan penurunan kognitif yang sudah ada pada saat studi dilakukan (yang mungkin secara terpisah mengganggu tidur). Mereka bisa mencari tahu apakah ada hubungan independen antara durasi tidur dan penurunan kognitif. Dengan faktor-faktor tersebut, hubungan tidur dan kognitif adalah terlalu banyak atau terlalu sedikit durasi tidur dikaitkan dengan penurunan kesehatan otak secara keseluruhan.

Poin utama yang perlu diperhatikan di sini adalah kuantitas tidak selalu sama dengan kualitas. Dr Lucey menduga bahwa para peserta yang rata-rata tidur lebih dari 7,5 jam per malam, juga mengalami kualitas tidur yang lebih rendah, oleh karena itu secara keseluruhan efek negatif pada kognitif mereka pun terjadi dari waktu ke waktu.

“Yang mungkin terjadi dalam kasus ini adalah ada sesuatu yang mengganggu kualitas tidur mereka, seperti sleep apnea atau sindrom kaki gelisah. Atau mungkin juga bentuk insomnia kronis, di mana mungkin mereka terbangun sepanjang malam, tetapi secara total mereka sebenarnya sudah banyak tidur,” kata Dr Lucey.

Tidak peduli usia berapapun atau apakah memiliki kondisi gangguan tidur apapun, jika kita merasa gelisah di siang hari, itu bisa menjadi tanda bahwa ada sesuatu yang menghalangi kemampuan kita untuk tidur berkualitas.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement