REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wacana mundurnya pelaksanaan Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama (NU) di Lampung pada akhir Desember 2021, bisa menjadi momentum yg baik bagi pengurus wilayah (PWNU), penguru cabang (PCNU), dan pengurus cabang istimewa (PCINU) untuk mencari dan menemukan calon ketua umum alternatif di luar nama KH Said Aqil Siradj dan KH Yahya Cholil Staquf.
Dosen Ilmu Politik Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam menyebut, calon alternatif ketua umum Pengurus Besar NU (PBNU) itu patut dipertimbangkan untuk menurunkan tensi dalam kompetisi muktamar, yang diwacanakan mundur pelaksanaannya karena pertimbangan teknis kebijakan kontra-pandemi untuk mengindari lonjakan positif Covid-19 di akhir tahun.
"Beberapa nama yang potensial antara lain, KH Marzuki Mustamar (ketua PWNU Jatim), Gus Rozin (ketum RMI PBNU), Gus Nadirsyah Hosen (dosen Monash University & Rois Syuriah PCI-NU ANZ), dan beberapa nama lainnya," kata Umam kepada Republika di Jakarta, Jumat (19/11).
Direktur Eksekutif Indostrategic tersebut mengamati, permintaan Kiai Said Aqil kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk bersikap netral, mengindikasikan adanya kekhawatiran penggunaan instrumen kekuasaan untuk mempengaruhi, mengarahkan, dan menyukseskan pemilihan ketum PBNU di Lampung.
"Kekhawatiran itu muncul sebagai respon atas anggapan adanya dugaan penggunaan jaringan dan otoritas Kementerian Agama di bawah Menteri Gus Yaqut, yang notabene merupakan adek calon Ketum PBNU yang juga Ketib Am PBNU saat ini, yakni Gus Yahya Cholil Staquf," kata Umam.
Jika dugaan itu bisa dikonfirmasi, sambung dia, pengaruhnya terhadap arah suara muktamar akan cukup signifikan. Hal itu mengingat para pengurus PWNU dan PCNU di daerah cukup banyak yang diisi oleh warga Nahdliyyin, yang juga bekerja di jajaran Kementerian Agama (Kemenag) di provinsi maupun kabupaten/kota.
Di sisi lain, menurut Umam, dugaan munculnya penggunaan instrumen Kemenag dalam kontestasi Muktamar PBNU, juga akan direspon oleh kekuatan politik lain, terutama dari lingkaran Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin. Selaku sentral kekuatan politik PKB, kata dia, Cak Imin selama ini dekat dengan Kiai Said.
Bagaimana pun juga, jika pencalonan ketua umum PBNU berhasil dimenangkan oleh Gus Yahya Cholil Staquf, menurut Umam, hal itu akan meningkatkan political bargaining position (Menteri Agama) Gus Yaqut di PKB. Kondisi itu membuka potensi terkonsolidasinya kekuatan untuk men-challange kepemimpinan Cak Imin ke depan
"Jadi praktis, kemungkinan besar, jaringan kekuatan politik Cak Imin akan berusaha mempertahankan Kiai Said, untuk mempertahankan dominasi jangkar kekuasaannya di internal PKB," ucapnya.
Atas dasar itu, kata dia, muruah NU, sebaiknya memang proses pemilihan ketua umum PBNU mendatang terbebas dari arus kepentingan politik praktis dan kalkulasi kepentingan sempit. Figur alternatif di luar dua nama layak diajukan.
"Jamaah dan Jam'iyah Nahdlatul Ulama harus dibangun di atas asas kemandirian dan independensi sebagai moderate Islamic-based civil soceity yang terbesar di Indonesia," kata Umam.