REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi Direktur PT Tiran Indonesia Amran Sulaiman mengenai kepemilikan tambang nikel di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. KPK menjadwalkan memeriksa mantan menteri pertanian sebagai saksi untuk tersangka mantan bupati Konawe Utara Aswad Sulaiman.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ipi Maryati menuturkan, kasus dugaan korupsi tambang di Konawe Utara dinilai merugikan negara Rp 2,7 triliun. Amran dikonfirmasi soal dugaan penyalahgunaan kewenangan terkait pemberian izin kuasa pertambangan eksplorasi, eksploitasi, serta izin usaha pertambangan operasi produksi nikel di Konawe Utara pada 2007-2014.
"Tim penyidik mengonfirmasi antara lain terkait kepemilikan tambang nikel di Kabupaten Konawe Utara,” kata Ipi Maryati, dalam keterangan, Jumat (19/11).
Dalam kasus ini, KPK telah memeriksa Direktur PT Tambang Wisnu Mandiri Bisman dan pihak swasta Andi Ady Aksar Armansyah di Polda Sulawesi Tenggara pada Selasa (16/11). “Kepada keduanya, tim penyidik mengonfirmasi terkait antara lain pengalaman saksi dalam mengurus IUP (izin usaha pertambangan) di Kabupaten Konawe Utara,” ujar Ipi.
Tersangka Aswad yang merupakan penjabat bupati Konawe Utara periode 2007-2009 dan bupati Konawe Utara periode 2011-2016 diduga telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Indikasi kerugian keuangan negara terkait kasus tersebut sekitar Rp 2,7 triliun yang berasal dari penjualan hasil produksi nikel yang diduga diperoleh akibat proses perizinan yang melawan hukum. Selain itu, Aswad Sulaiman diduga menerima suap Rp 13 miliar. Suap tersebut diduga berasal dari sejumlah pengusaha yang diberikan izin pertambangan. Indikasi penerimaan terjadi dalam rentang waktu 2007 hingga 2009.