Jumat 19 Nov 2021 17:44 WIB

Kapal Milisi China Mencengkeram Laut China Selatan

Peneliti CSIS menilai China nyata bangun milisi sejak Presiden Xi Jinping berkuasa.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Teguh Firmansyah
Peta klaim Laut China Selatan
Foto: wikipedia
Peta klaim Laut China Selatan

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- China diyakini semakin memperkuat cengkeramannya di Laut China Selatan. Gesekan yang terjadi antara kapal penjaga pantai China dan kapal Filipina menunjukkan bagaimana Beijing tidak akan melepaskan wilayah sengketa tersebut.

Menurut penelitian baru dari Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS) di Amerika Serikat (AS), sebanyak 300 kapal dari 'milisi' maritim China berpatroli di Kepulauan Spratly di Laut Cina Selatan (LCS).  "Terdiri dari kapal-kapal milisi yang dibuat khusus dan armada penangkapan ikan komersial, milisi maritim China telah membesar bersamaan dengan klaimnya yang semakin tegas atas hampir seluruh laut," kata CSIS dalam laporan yang diterbitkan di Washington, Kamis (18/11) waktu AS seperti dikutip laman Aljazirah.

Baca Juga

Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei dan Taiwan juga mengeklaim bagian dari LCS. Namun China tetap membangun pulau buatan dengan landasan terbang, pelabuhan terlindung, dan infrastruktur militer lainnya.

Milisi maritim China berasal dari pertahanan pantai yang dilakukan selama 1950-an. Sejak China merebut Kepulauan Paracel dari Vietnam pada 1970-an, milisi maritim telah berkembang dalam ukuran dan cakupannya.

Milisi menjadi alat dalam membantu Beijing menegaskan klaim teritorial dan maritimnya karena didukung oleh subsidi pemerintah untuk bahan bakar, konstruksi dan perbaikan.

"Selama tahun 2000-an, milisi mengalihkan fokusnya untuk mengawasi dan melecehkan aktivitas militer asing yang ditentang Beijing," kata laporan CSIS.

CSIS mengutip kasus dugaan kapal milisi yang menabrak kapal asing hingga merusak susunan sonar atau peralatan eksplorasi mereka. Kemudian milisi juga melemparkan puing-puing di jalur perairan, menembakkan meriam air, dan terlibat dalam manuver berbahaya lainnya.

Direktur Program Asia Tenggara dan Inisiatif Transparansi Maritim Asia di CSIS dan salah satu penulis laporan tersebut, Greg Poling mengatakan telah ada upaya yang jelas untuk memprofesionalkan dan membangun milisi sejak Presiden China Xi Jinping berkuasa.

Menurutnya, kapal penangkap ikan milisi maritim 'profesional' (MMFV), beroperasi dari beberapa pelabuhan di Hainan. Sementara armada tulang punggung Spratlys (SBFV) adalah kapal penangkap ikan yang beroperasi di lima pelabuhan di provinsi selatan Guangdong.

"Nilai milisi adalah karena memiliki tingkat penyangkalan," kata Poling. "Beijing hanya dapat mengeklaim bahwa ini adalah aktor komersial, tetapi penginderaan jauh dan bukti foto dapat digabungkan untuk membedakan kapal milisi dari non-milisi," ujarnya menambahkan

Awal tahun ini, sekitar 200 kapal terlibat dalam perselisihan panjang dengan Filipina di Whitsun Reef yang sebelumnya tidak berpenghuni di Spratly.  Pada Kamis (18/11), Filipina menuduh Penjaga Pantai Cina memblokir kapal pasokannya dan menggunakan meriam air untuk memaksa mereka berbalik di dekat Second Thomas Shoal, yang juga di Spratly.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement