REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Fauziah Mursid, Bambang Noroyono
JAKARTA -- Wakil Presiden Ma'ruf Amin berharap Majelis Ulama Indonesia (MUI) lebih berhati-hati dalam melakukan pendataan terhadap anggotanya. Pernyataan Wapres yang juga Ketua Dewan Pertimbangan MUI Pusat ini berkaitan dengan penangkapan anggota MUI oleh Densus 88 Antiteror Polri terkait dugaan keterlibatan jaringan terorisme.
"Saya kira dengan kejadian seperti ini, kita, MUI harus lebih hati-hati lagi. Jadi Wapres mengharapkan kepada MUI supaya lebih hati-hati di dalam proses pendataan ke depan. Itu harapan Wapres," ujar Juru Bicara Wakil Presiden, Masduki Baidlowi dalam keterangan yang dibagikan Biro Pers Media Informasi Setwapres, Jumat (19/11).
Wapres juga, kata masduki, menilai perlunya MUI melakukan evaluasi internal dan lebih selektif dalam perekrutan para pengurus. "Saya kira MUI ke depan harus lebih hati-hati lagi ya dalam merekrut kepengurusannya. Karena selama ini MUI menerima kepengurusan itu memang sudah meminta kadernya yang terbaik, siapa yang akan dijadikan pengurus di MUI, datanya sudah diminta juga, data pribadinya," ujar Masduki.
Wapres mendukung Densus 88 Antiteror Polri untuk memproses hukum siapapun yang terlibat dalam jaringan radikalisme dan terorisme. Ia juga menyerahkan penanganan perkara dugaan keterlibatan anggota MUI dalam kasus tindak pidana terorisme ke Densus 88 Antiteror Polri. "Ya silakan diproses secara hukum. Saya kira Wapres menghargai apa yang dilakukan Densus 88," ujar Masduki.
Masduki mengatakan, Wapres mendukung langkah-langkah yang dilakukan Densus 88 dalam mengungkap dugaan keterlibatan anggota MUI dalam jaringan terorisme, jika memang yang bersangkutan terlibat. Wapres juga meminta agar upaya pencegahan dan penanganan radikalisme dan terorisme terus dilakukan.
Namun, Wapres berharap pengungkapan dugaan keterlibatan tetap mengedepankan asas praduga tidak bersalah. "Lanjutkan di tempat-tempat yang lain, jangan kendur karena memang kenyataannya kalau memang hal itu berada di berbagai tempat, laksanakan secara tegas, tindakan-tindakan, supaya negeri ini aman," ujar Masduki.
Namun demikian, Wapres tidak sependapat jika penangkapan Densus 88 Antiteror terhadap anggota MUI ini kemudian dikaitkan dengan kelembagaan MUI. Selain itu, Wapres juga menilai jika tuntutan pembubaran MUI tidak relevan, karena keterlibatan itu bersifat pribadi yang tidak berkaitan langsung dengan MUI.
"Sama halnya saja misalnya ada oknum di pemerintahan atau di Polri terlibat seperti itu kan tidak dengan sendirinya Polri-nya dituntut bubar, kan seperti itu atau misalnya ada oknum TNI terlibat lantas kemudian TNI-nya sebagai lembaga ikut dibubarkan. kan tidak seperti itu," kata Masduki.
Tim Densus 88 Antiteror Polri menuding tiga tersangka dugaan terorisme, Ahmad Zain an-Najah (AZA), Anung al-Hamad (AA), dan Farid Ahmad Okbah terlibat dalam kegiatan pendanaan terorisme via Lembaga Amil Zakat Abdurrahaman bin Auf (ABA). Lembaga penarik dan pengumpul zakat dan infaq tersebut, dituduh menjadi kantong pendanaan kegiatan terorisme oleh jaringan Jamaah Islamiyah (JI).
Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Humas Mabes Polri, Komisaris Besar (Kombes) Ahmad Ramadhan, menjelaskan, ketiga terduga teroris itu sudah ditetapkan tersangka sejak Selasa (16/11). Ketiganya dijerat menggunakan Pasal 15 juncto Pasal 7 UU 15/2018 tentang terorisme. Adapun terkait dugaan pencucian uang (TPPU), kata Ramadhan, dari penyidikan sementara, Densus 88 tak menemukan.
“Jadi sampai sekarang, penyidik dari Densus 88, tidak melihat ini ada TPPU. Tetapi, lebih kepada pendanaan, dan aktivitas (dugaan) terorisme yang dilakukan oleh ketiga tersangka tersebut,” terang Ramadhan, di Markas Besar Polri, di Jakarta, Jumat (19/11). Sangkaan tersebut, terkait dengan permufakatan jahat, persiapan, percobaan, atau perbantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme. Ketiganya pun kini dalam penahanan di Mabes Polri, untuk pemeriksaan intensif.
Ramadhan menerangkan, selain menjerat ketiga tersangka dugaan terorisme itu, tim penyidik Densus 88 juga menetapkan Lembaga Amal Zakat ABA sebagai tersangka. Dikatakan, lembaga tersebut dijerat dengan sangkaan khusus yang ada dalam UU 9/2013, tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pendanaan Tindak Pidana Terorisme. “Untuk Lembaga Zakat ABA, ditersangkakan menggunakan undang-undang khusus, terkait dengan pendanaan terorisme,” ujar Ramadhan.
Densus 88 menangkap AZA di Perumahan Pondok Melati, di Bekasi, Jawa Barat, pada Selasa (16/11). Dalam operasi penangkapan tersebut, Densus 88 juga menangkap dua nama lainnya di lokasi terpisah, yakni AA dan FAO. Tiga yang ditangkap tersebut, diduga memiliki keterkaitan dengan aktivitas terorisme JI. Selama ini, JI dicap sebagai salah satu kelompok atau jaringan terorisme global. Indonesia pun memasukkan JI sebagai kelompok terorisme di dalam negeri.
Diketahui, AZA adalah anggota di Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sedangkan FAO, diketahui sebagai Ketua Umum Partai Dakwah Republik Indonesia (PDRI). Terkait itu, Kombes Ramadhan menegaskan, penangkapan yang dilakukan Densus 88 terhadap FAO tak ada terkait dengan aktivitasnya sebagai pemimpin maupun pengusung parpol di Indonesia. Begitu juga, kata dia, terkait penangkapan AZA, yang diketahui sebagai MUI.
Ramadhan mengatakan, tiga yang tertangkap tersebut ditangkap oleh Densus 88 karena murni lantaran aktivitas individu yang diduga terlibat dalam jejaring terorisme dan pendanaan JI. “Kami sampaikan, Densus 88, dan penyidik Densus 88 tidak fokus mengarah pada partai politik (PDRI), tidak fokus pada masalah kepada organisasi, atau institusi tertentu (MUI). Tetapi, Densus 88 hanya fokus pada keterlibatan para tersangka dalam melakukan tindak pidana,” ujar Kombes Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (19/11). Tindak pidana yang dimaksud, kata Ramadhan, tentu saja terkait dengan dugaan terorisme. “Agar dipahami ini ya,” kata Ramadhan.