REPUBLIKA.CO.ID, BAGDAD -- Irak memanggil pejabat kebudayaannya di Beirut untuk menyelidiki kasus penjualan ratusan gelar universitas palsu dari Lebanon kepada warganya. Kasus ini bahkan menyeret anggota parlemen di Irak.
"Setidaknya tiga universitas swasta Lebanon terlibat," kata seorang sumber akademis Irak, yang tidak mau disebutkan namanya dilansir dari Alarabiya, Kamis (18/11).
Pihak berwenang Lebanon juga telah meluncurkan penyelidikan terhadap gelar yang dijual kepada warga Irak yang terdaftar dalam kursus pembelajaran jarak jauh. Beberapa anggota parlemen dan pejabat tinggi membayar untuk mendapatkan gelar master atau doktor, terutama dalam mata pelajaran agama, menurut pejabat Irak lainnya yang juga meminta anonimitas.
Gelar palsu, berjumlah ratusan, harganya antara Rp 71 juta untuk gelar master dan Rp 142 juta untuk PhD. Gelar pendidikan tinggi sering menjadi prasyarat untuk jabatan pemerintah yang didambakan di Irak.
Pejabat kebudayaan, Hashem al-Shammari, telah dipanggil ke Baghdad, kata juru bicara kementerian pendidikan tinggi Haidar al-Aboudi kepada AFP. Menurut laporan media Lebanon, Universitas Islam Lebanon - yang berafiliasi dengan Dewan Syi'ah Islam Tertinggi negara itu telah memecat Presiden dan empat kepala departemennya terkait skandal tersebut.
Lebanon memiliki 36 universitas swasta, termasuk institusi bergengsi seperti American University of Beirut. Ia juga memiliki banyak lembaga dengan afiliasi keagamaan yang disahkan oleh pemerintah setelah perang saudara Lebanon 1975-1990.