Sabtu 20 Nov 2021 10:46 WIB

Harga Minyak Jatuh di Bawah 80 Dolar AS

Harga acuan Brent dan WTI melemah untuk pekan keempat berturut-turut.

Ilustrasi Kilang Minyak. Harga minyak jatuh sekitar tiga persen menjadi di bawah 80 dolar AS per barel pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB).
Foto: dok. Republika
Ilustrasi Kilang Minyak. Harga minyak jatuh sekitar tiga persen menjadi di bawah 80 dolar AS per barel pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB).

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak jatuh sekitar tiga persen menjadi di bawah 80 dolar AS per barel pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB).

Hal itu akibat melonjaknya kasus Covid-19 di Eropa mengancam pemulihan ekonomi. Di sisi lain, investor juga mempertimbangkan potensi pelepasan cadangan minyak oleh negara-negara ekonomi utama untuk mendinginkan harga.

Baca Juga

Harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Januari anjlok 2,35 dolar AS atau 2,9 persen, menjadi di 78,89 dolar AS per barel. Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Desember merosot 2,91 dolar AS atau 3,6 persen, menjadi ditutup di 76,10 dolar AS per barel pada hari terakhir kontrak bulan depan. Sementara itu Harga minyak WTI untuk pengiriman Januari kehilangan sekitar 2,65 persen atau 3,4 persen, menjadi berakhir di 75,78 dolar AS per barel.

Untuk pekan ini patokan harga minyak mentah AS turun 5,8 persen, sementara Brent turun 4,0 persen, berdasarkan kontrak bulan depan. Kedua kontrak acuan melemah untuk pekan keempat berturut-turut, untuk pertama kalinya sejak Maret 2020.

"Ketakutan akan hal yang tidak diketahui membebani sentimen pasar," kata Analis Senior Price Futures, Phil Flynn, di Chicago.

Kekhawatiran yang Flynn maksud adalah bahwa pasar akan mendapatkan semacam pelepasan (cadangan minyak) terkoordinasi selama Liburan Thanksgiving pekan depan. Padahal, saat seperti ini adalah ketika volume biasanya rendah dan pergerakan dramatis telah terjadi.

Austria menjadi negara pertama di Eropa barat yang memberlakukan kembali pembatasan wilayah penuh akibat penyebaran Covid-19 pada musim gugur ini. Jerman, ekonomi terbesar Eropa, memperingatkan kemungkinan mengambil langkah serupa.

Harga minyak Brent telah melonjak hampir 60 persen tahun ini karena ekonomi bangkit kembali dari pandemi dan karena Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, yang dikenal sebagai OPEC+, hanya meningkatkan produksi secara bertahap. "Pasar (minyak) secara fundamental masih dalam posisi yang baik tetapi penguncian sekarang menjadi risiko yang jelas jika negara lain mengikuti jejak Austria," Analis Pasar OANDA, Craig Erlam, mengatakan dalam sebuah catatan.

Pemerintah-pemerintah dari beberapa ekonomi terbesar dunia sedang mempertimbangkan untuk melepaskan minyak dari cadangan minyak strategis (SPR) menyusul permintaan dari Amerika Serikat, yang pertama kali dilaporkan oleh Reuters, untuk langkah terkoordinasi mendinginkan harga.

 

sumber : ANTARA
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement