Ahad 21 Nov 2021 07:36 WIB

Studi: 98 Persen Detak Jantung Terdeteksi tak Teratur

Hingga 98 persen detak jantung pengguna 'tracker' kesehatan tidak teratur.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Nora Azizah
Hingga 98 persen detak jantung pengguna 'tracker' kesehatan tidak teratur.
Foto: Foto : MgRol112
Hingga 98 persen detak jantung pengguna 'tracker' kesehatan tidak teratur.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fibrilasi atrium merupakan gangguan irama jantung di mana detak jantung menjadi tidak beraturan dan sering kali terlalu cepat. Terkadang, episode fibrilasi atrium yang pendek tidak memunculkan gejala sehingga sulit untuk dikenali. Penggunaan tracker kebugaran dapat menjadi solusi.

Menurut beberapa studi, penggunaan alat tracker kebugaran cukup efektif untuk mendeteksi irama jantung abnormal yang tak memunculkan gejala. Studi berskala besar dari Stanford misalnya, menunjukkan bahwa Apple Watch dapat mendeteksi episode fibrilasi atrium.

Baca Juga

Studi terbaru yang dilakukan oleh Massachusetts General Hospital (MGH) juga menemukan bahwa tracker kebugaran tracker kebugaran lain yang telah disemati algoritma baru memiliki kemampuan serupa, dan bahkan lebih optimal. Studi ini melibatkan sekitar 455 ribu pengguna tracker kebugaran di Amerika Serikat.

Ketika diaktifkan, tracker kebugaran para partisipan mulai bekerja menggunakan sebuah algoritma baru untuk memantau detak jantung pengguna ketika sedang tidak aktif bergerak. Bila alat tersebut mendapati minimal 30 menit irama jantung tak beraturan, kemungkinan adanya fibrilasi atrium patut diperhitungkan.

Dalam studi ini, para partisipan yang memiliki kemungkinan fibrilasi atrium diminta untuk menjalani konsultasi jarak jauh dengan dokter. Mereka lalu menerima patch elektrokardiogram (ECG) yang bisa digunakan selama satu pekan. Di saat yang sama, para partisipan tetap menggunakan tracker kebugaran.

Hasil studi menunjukkan bahwa algoritma baru yang digunakan pada tracker kebugaran para partisipan berhasil mendeteksi 98 persen episode fibrilasi atrium yang terdeteksi oleh patch ECG.

"Hasil ini menunjukkan bahwa perangkat wearable memiliki kemampuan untuk mendiagnosis fibrilasi atrium yang tak terdiagnosis dengan reliabilitas tinggi," jelas peneliti dari MGH Steven Lubitz, seperti dilansir New Atlas, Ahad (21/11).

Lubitz mengatakan algoritma baru ini sangat mungkin untuk diaplikasikan secara luas pada beragam perangkat wearable atau traker kebugaran. Dengan pengaplikasian yang luas, algoritma baru ini bisa membantu mengidentifikasi lebih banyak fibrilasi atrium yang tak terdiagnosis.

"Memungkinkan pasien untuk mendapatkan perawatan sebelum komplikasi merusak terjadi, seperti strok yang memicu disabilitas," jelas Lubitz.

Menurut Lubitz, waktu terbaik untuk menggunakan perangkat lunak pemantau adalah di malam hari. Berdasarkan hal ini, penggunaan tracker kebugaran saat tidur dinilai paling baik untuk mendeteksi irama jantung yang tidak teratur.

Tak hanya itu, episode fibrilasi atrium yang tak terdeteksi juga umumnya terjadi ketika penderita tidur. Lubitz mengatakan episode tersebut kemungkinan juga tidak bergejala.

"Mengingat algoritma ini paling efektif ketika pengguna sedang tidak aktif secara fisik, wearable sebaiknya digunakan ketika tidur untuk mendapat manfaat terbaik," ujar Lubitz.

Saat ini, FitBit selaku pihak yang mendanai studi sedang bekerja dengan Food and Drug Administration (FDA). FitBit berupaya untuk mendapatkan izin pemasaran algoritma baru ini agar bisa disebarkan secara luas.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement