Sabtu 20 Nov 2021 22:16 WIB

Prof Haedar: Sukarno Merasa Jadi Murid Kiai Dahlan

Sukarno dalam beberapa kesempatan sebut dirinya kader Muhammadiyah

Rep: Fuji E Permana/ Red: Nashih Nashrullah
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir, memberikan sambutan saat peresmian Masjid At-Taqwa dan Gedung Dakwah Muhammadiyah DKI Jakarta, Sabtu (20/11). Kegiatan ini sekaligus untuk meramaikan momentum milad Muhammadiyah ke-109.Prayogi/Republika
Foto: Prayogi/Republika.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir, memberikan sambutan saat peresmian Masjid At-Taqwa dan Gedung Dakwah Muhammadiyah DKI Jakarta, Sabtu (20/11). Kegiatan ini sekaligus untuk meramaikan momentum milad Muhammadiyah ke-109.Prayogi/Republika

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir, menghadiri Peresmian Masjid At-Tanwir dan Gedung Dakwah Muhammadiyah DKI Jakarta pada Sabtu (20/11). 

Prof Haedar menceritakan bahwa Presiden Sukarno adalah kader Muhammadiyah. Menurut Prof Haedar, pemimpin bangsa memang harus paham sejarah agar tidak lepas dari sejarah. Dia menceritakan bahwa dulu memperkenalkan Haji Djuanda namun tidak banyak orang yang paham. 

Baca Juga

"Bahkan ketika saya memperkenalkan Sukarno di tengah arus perbedaan saat itu, bahwa Sukarno resmi sebagai pimpinan Muhammadiyah, bahkan dia merasa menjadi murid Kiai Dahlan itu juga di kalangan Muhammadiyah maupun di kalangan nasionalis tidak paham dengan baik," kata Prof Haedar saat pidato pada Peresmian Masjid At-Tanwir dan Gedung Dakwah Muhammadiyah DKI Jakarta, Sabtu (20/11). 

Prof Haedar menceritakan, ketika diminta ceramah beberapa kali di rumah ibu Megawati, menyampaikan secara terbuka di hadapan kader-kadernya bahwa Sukarno adalah Muhammadiyah. 

Sebagai bukti dari persenyawaan Muhammadiyah yang memperkenalkan keislaman dan keindonesiaan sebagai satu jiwa, bukan setelah Indonesia merdeka bahkan sebelum Indonesia merdeka. 

"Dan itulah yang kemudian puncaknya kita deklarasikan negara Pancasila, Darul Ahdi Wa Syahadah bahwa negara Pancasila itu artinya Indonesia itu tidak akan pernah dan tidak boleh lepas dari Pancasila sebagai dasar negara," ujarnya. 

Dia mengatakan, di tempat berkonsensus, Muhammadiyah harus menjadi pelopor. Ketika ada orang atau pihak yang tidak sejalan dan tidak sprinsip dengan NKRI dan Pancasila, maka Muhammadiyah harus menjadi perekat. 

"Ini tempat kita berada berkonsensus, sekali kita berkonsensus itulah kesetiaan, seperti kita berkeluarga makin tua itu harus makin kuat konsensusnya, makin sukses harus semakin kuat konsensusnya," jelasnya.

Sehubungan dengan itu, Prof Haedar mengingatkan, anak muda agar hati-hati membangun rumah tangga. Dikalah sukses, seringkali membuat lengah. Begitu juga dalam berbangsa dan bernegara, ketika sukses bisa cerai-berai juga. Maka konsensus atau Darul Ahdi Wa Syahadah perlu dijaga.  

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement