Ahad 21 Nov 2021 12:24 WIB

GP Ansor Bantah Kriminalisasi Ulama dalam Penanganan Teror

GP Ansor menilai penangkapan sejumlah tokoh bukan kriminalisasi ulama.

Rep: Nawir Arsyad/ Red: Muhammad Hafil
GP Ansor Bantah Kriminalisasi Ulama dalam Penanganan Teror. Foto:  Luqman Hakim.
Foto: Istimewa
GP Ansor Bantah Kriminalisasi Ulama dalam Penanganan Teror. Foto: Luqman Hakim.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Gerakan Pemuda (GP) Ansor, Luqman Hakim mengapresiasi profesionalitas Densus 88 Antiteror Polri dalam menangkap tiga terduga anggota terorisme Ahmad Zain an-Najah (AZA), Anung al-Hamad (AA), dan Farid Ahmad Okbah (FAO). Ia juga memastikan, penangkapan tersebut bukan merupakan kriminalisasi ulama.

"Menurut cara pandang kami, tidak ada itu penangkapan ulama, kriminalisasi terhadap ustadz. Kalau misal ada kriminalisasi terhadap ustadz, korban terbesarnya itu ulama," ujar Luqman dalam sebuah diskusi daring, Ahad (21/11).

Baca Juga

Di samping itu, perlu ada definisi yang jelas terhadap status seseorang yang dicap sebagai ulama dan ustadz. Sebab, ia tak ingin istilah tersebut justru menjadi alat untuk menggiring persepsi masyarakat demi kepentingan politik tertentu.

"Itu kita harus hati-hati, karena ada sensitivitas terhadap istilah ulama dan ustadz ini," ujar Luqman.

GP Ansor, kata Luqman, menantang apakah AZA, AA, dan FAO memenuhi kriteria dan kualifikasi sebagai ulama atau ustadz. Bukan orang yang hanya sekedar tahu beberapa ayat Alquran, yang kemudian melabeli dirinya sebagai ulama.

"Kami dari Ansor melihat, memang sudah ada upaya sistematis dari jaringan teroris ini, faksi manapun mau JI, JAD, dan lain-lain untuk menyusup ke lembaga-lembaga formal masyarakat. bahkan lembaga-lembaga negara," ujar Luqman.

Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Muhammad Nasir Djamil mengatakan, Densus 88 Antiteror Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) harus menjawab keraguan publik terkait Islamofobia setelah penangkapan tiga terduga anggota terorisme AZA, AA, dan FAO. Pasalnya masyarakat melihat, ada kecenderungan bahwa penangkapan dilakukan pada mereka yang merupakan ulama.

"Kemampuan dan keandalan dalam menyampaikan pesan itu kepada publik sehingga bisa mengatasi keragu-raguan. Jangan ini kok seperti ada yang mengatakan ini jangan-jangan Islamofobia," ujar Nasir.

Ia menjelaskan, umat Islam di Indonesia terbelah menjadi dua kubu setelah penangkapan tiga terduga anggota terorisme Ahmad Zain an-Najah (AZA), Anung al-Hamad (AA), dan Farid Ahmad Okbah (FAO). Apalagi mengingat salah satunya merupakan anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Pertama adalah orang-orang yang kontra dengan penangkapan ulama dengan dalih terorisme. Kedua adalah mereka yang kemudian mengkait-kaitkan ceramah tiga orang tersebut adalah bagian dari mengajak untuk melakukan aksi terorisme.

"Makanya narasi yang dibangun oleh BNPT itu harus jelas, sehingga kemudian masyarakat Indonesia, terutama umat Islam bisa memahami dengan baik," ujar Nasir.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement