Belum ada standardisasi pedomaan bacaan Alquran untuk tunarungu
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Penyandang disabilitas rungu wicara sangat membutuhkan akses terhadap media literasi Alquran yang memudahkan mereka.
Hal tersebut disampaikan peneliti Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran (LPMQ), Ahmad Jaeni, dalam Seminar Hasil Penelitian tentang Media Literasi Alquran bagi Komunitas Tuli atau Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu Wicara (PDSRW). Kagiatan ini diselenggarakan LPMQ Balitbang Diklat Kemenag RI di Jakarta, akhir pekan ini, Kamis (18/11).
“PDSRW (rungu wicara) belum memiliki standar media literasi Alquran yang mudah berdasarkan kebutuhannya. Sementara penyandang disabilitas sensorik netra (PDSN) sudah mendapatkannya sejak 1984 seiring keluarnya Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 25,” kata dia dalam keterangan yang didapat Republika.co.id, Sabtu (20/11).
Ia menegaskan, dasar riset terhadap isu tersebut sangat kuat, yaitu UU No. 08/2016 Pasal 14 C yang menyatakan penyandang disabilitas memiliki hak mendapatkan kitab suci dan pendidikan keagamaan lainnya yang mudah diakses berdasarkan kebutuhan.
Berdasarkan data BPS pada 2018, kata dia, menyebut terdapat 21,8 juta penyandang disabilitas di Indonesia. Terkait literasi, ada keragaman media literasi Alquran yang dikembangkan dan digunakan oleh sejumlah lembaga/komunitas.
Keragaman tersebut dikatakan tentu tidak bisa mejadi acuan, kecuali hanya untuk kelompok atau kalangan sendiri.
“Dalam Lokakarya Pedoman Membaca Alquran bagi PDSRW pada 23-26 Sep 2000 lalu muncul harapan adanya standar pedoman membaca Alquran bagi komunitas tuna rungu wicara,” ujar pria asal Banyuwangi ini.
Alumnus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tersebut juga mengatakan, tujuan riset tentang penyandang disabilitas rungu wicara ini setidaknya melingkupi tiga hal. Pertama, menginventarisasi dan memetakan media literasi Alquran yang digunakan pada komunitas PDSRW.
Selanjutnya, menjelaskan bagaimana media literasi Alquran tersebut efektif digunakan oleh PDSRW. Terakhir, mengetahui sikap dan respons PDSRW terhadap penyusunan buku pedoman membaca Alquran bagi PDSRW yang dilakukan LPMQ.
Berdasarkan temuan lapangan, selama ini ada dua media literasi Alquran untuk PDSRW yang dikembangkan, yaitu berbasis oral dan berbasis isyarat.
Untuk basis oral ada dua formula, yakni oral plus transliterasi Sibi (Amaba & Amakasa) dan oral plus visual fonetik (Abata).
"Kemudian yang berbasis isyarat itu juga ada dua model, isyarat berdasarkan kitabah (Ibtisama Mulia) dan isyarat berdasarkan tilawah (rumah tuli Jatiwangi, ICD, dan rumah belajar kita),” ucap dia.
Tidak hanya soal media, penelitian tersebut juga mengungkap kesulitan sejumlah lembaga/komunitas untuk mendirikan lembaga pendidikan Alquran karena terbentur dengan sejumlah regulasi. Ketentuan jumlah santri, standar kurikulum, sarana, dan prasarana adalah beberapa kendala yang sulit dipenuhi.