REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen yakin Asia dapat memenuhi target upaya mengatasi perubahan iklim. Ia mengatakan pada akhir abad ini 70 persen permintaan energi global datang dari Indo-Pasifik.
“Pertanyaan yang kita semua hadapi adalah apakah Asia mendapatkan energi yang dibutuhkan dalam cara yang berkelanjutan bagi planet dan lingkungan kita,” katanya dalam pembukaan Global Town Hall yang diadakan Foreign Policy Community of Indonesia, Sabtu (20/11) lalu.
“Saya yakin jawaban kuatnya adalah ya. Karena itu yang ditunjukan pengalaman Eropa. Sejak 1990 perekonomian Eropa naik 60 persen sementara emisi kami turun hingga 30 persen. Pertumbuhan berkelanjutan dapat dicapai bila kita banyak berinvestasi pada energi terbarukan,” tambahnya.
Banyak pihak yang tidak puas dengan hasil Pertemuan Iklim PBB atau COP26 di Glasgow, Skotlandia. Der Leyen mengatakan hasil COP26 di Glasgow seperti gelas yang hanya terisi setengah.
Di satu sisi pertemuan ini menjadikan netralitas karbon sebagai tujuan negara-negara di seluruh dunia. Selain itu pertemuan tersebut juga berhasil menetapkan target jangka menengah untuk memotong emisi hingga 40 persen pada 2030.
“Di sisi lain kita belum berada di jalur untuk membatasi pemanasan global 1,2 derajat Celsius banyak negara yang ambisinya mencapai itu masih rendah,” katanya.
Isu untuk menghilangkan penggunaan batu bara juga masih belum selesai. Negara-negara industri pun gagal memenuhi komitmen memberikan negara miskin sumber daya untuk melalui transisi menuju energi bersih dan berkelanjutan.
"Eropa memenuhi janjinya tapi yang lainnya tidak. Jadi apa setelah Glasgow. Eropa akan terus mempercepat transisi menuju penggunaan ekonomi bersih. Contohnya kami mengumumkan kontribusi baru ke ASEAN Catalytic Green Finance Facility (ACGF),” kata der Leyen.
ACGF merupakan fasilitas finansial yang dirancang untuk membangun proyek-proyek infrastruktur hijau di Asia Tenggara. Der Leyen mengatakan selama beberapa tahun terakhir Eropa telah menggelontorkan dana ke ACFG yang telah membangun sejumlah proyek penting di seluruh kawasan seperti pembangkit tenaga surya besar di Kamboja yang memproduksi listrik tenaga surya termurah di Asia Tenggara.
“Terdapat cara untuk tumbuh dengan berkelanjutan,” tegasnya.
Der Leyen mengatakan prinsip bisnis Eropa adalah 'apa yang anda lihat, itu yang anda dapat'. Eropa, lanjutnya ingin menciptakan hubungan bukan ketergantungan. Ia mengatakan prinsip dukungan pada konektivitas global ini disebut 'global gateway'.
Ia mengatakan Indo-Pasifik merupakan rumah bagi negara-negara demokrasi terbesar di dunia termasuk Indonesia. Menurutnya Eropa dan Indonesia memiliki banyak kesamaan nilai.
Der Leyen mengatakan kesamaan nilai-nilai ini menjadi alasan utama Eropa melihat Indo-Pasifik sebagai mitra pilihan. Ketika kekuatan yang lain hanya memperebutkan pengaruh di kawasan, Eropa melihat kesempatan baru dari kerja sama yang saling menguntungkan.
“Dan saya menantikan Presidensi Indonesia di G20 untuk pertemuan berikutnya. Dan pertemuan kami dengan ASEAN tahun depan untuk memperluas kerja sama dalam pemulihan yang berkelanjutan. Eropa pernah lebih hadir dan aktif dibagian dunia anda untuk memperkuat rantai pasokan, untuk berinvestasi bersama pada teknologi digital, untuk menjaga rakyat kita aman,” katanya.