REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Chirzin
Sejarah menguraikan tentang peristiwa yang benar-benar terjadi dalam masa lampau. Di antaranya tentang kehidupan umat dan bangsa-bangsa terdahulu, kepahlawanan, perang, penaklukan, dan sebagainya. Alquran mengungkapkan tentang pengembaraan Nabi Musa as, Zulkarnain, Thalut, Nabi Daud as, Nabi Sulaiman as, Nabi Muhammad saw, dan lain-lain.
Kisah pengembaraan Nabi Musa as diungkap Alquran sebagai berikut.
﴿ وَاِذْ قَالَ مُوْسٰى لِفَتٰىهُ لَآ اَبْرَحُ حَتّٰٓى اَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ اَوْ اَمْضِيَ حُقُبًا ٦٠ فَلَمَّا بَلَغَا مَجْمَعَ بَيْنِهِمَا نَسِيَا حُوْتَهُمَا فَاتَّخَذَ سَبِيْلَهٗ فِى الْبَحْرِ سَرَبًا ٦١ فَلَمَّا جَاوَزَا قَالَ لِفَتٰىهُ اٰتِنَا غَدَاۤءَنَاۖ لَقَدْ لَقِيْنَا مِنْ سَفَرِنَا هٰذَا نَصَبًا ٦٢ قَالَ اَرَاَيْتَ اِذْ اَوَيْنَآ اِلَى الصَّخْرَةِ فَاِنِّيْ نَسِيْتُ الْحُوْتَۖ وَمَآ اَنْسٰىنِيْهُ اِلَّا الشَّيْطٰنُ اَنْ اَذْكُرَهٗۚ وَاتَّخَذَ سَبِيْلَهٗ فِى الْبَحْرِ عَجَبًا ٦٣
Ingatlah ketika Musa berkata kepada pembantunya, “Aku tidak akan berhenti sebelum mencapai tempat pertemuan dua lautan, atau aku akan berjalan terus selama bertahun-tahun.” Setelah mereka mencapai tempat pertemuan dua lautan itu, mereka lupa ikan yang mereka bawa, yang lalu meluncur ke dalam laut seperti dalam sebuah terowongan. Setelah keduanya berjalan lebih jauh, Musa berkata kepada pembantunya, “Bawalah kemari sarapan kita; sungguh kita telah letih karena perjalanan kita ini.” Dia menjawab, “Kau lihatkah apa yang terjadi ketika kita mencari perlindungan di batu? Aku sungguh lupa menceritakan tentang ikan itu dan tak ada yang membuat aku lupa mengatakannya kepadamu kecuali setan, lalu ikan itu mengambil jalannya ke laut sangat menakjubkan sekali.” (QS 18:60-63)
Narasi Al-Quran lebih lanjut adalah sebagai berikut.
Musa berkata, “Itulah tempat yang kita cari.” Mereka pun kembali mengikuti jejak mereka semula. Mereka bertemu dengan seorang dari hamba Kami, yang Kami beri rahmat dari Kami Sendiri dan Kami beri ilmu dari sisi Kami. Musa berkata kepadanya, “Bolehkah aku mengikutimu agar engkau mengajarkan kepadaku sebagian kebenaran yang lebih tinggi yang telah diajarkan kepadamu?” Orang itu berkata, “Sungguh engkau tidak akan sabar bersama aku. Bagaimana kau akan sabar mengenai sesuatu yang pengetahuanmu tentang itu belum cukup?” Musa berkata, “Insya Allah akan kau dapati aku sabar, dan aku tidak akan melanggar perintahmu.” Orang itu berkata, “Kalau engkau mengikuti aku, maka janganlah menanyakan kepadaku sebelum aku yang mengatakan itu kepadamu.” Maka mereka pun meneruskan perjalanan, hingga ketika mereka sudah berada dalam perahu, ia melubanginya. Musa bertanya, “Engkau melubanginya untuk menenggelamkan penumpangnya? Sungguh aneh apa yang kaulakukan.” Dia menjawab, “Bukankah sudah kukatakan kepadamu engkau tidak dapat sabar dengan aku?” Musa berkata, “Jangan salahkan aku karena lupa, dan janganlah buat aku menderita karena kesulitan dalam urusanku.” Maka mereka pun meneruskan perjalanan; hingga ketika keduanya bertemu dengan seorang anak muda, dia membunuhnya. Musa berkata, “Engkau membunuh orang yang tak bersalah, yang tidak membunuh orang? Sungguh engkau telah melakukan suatu perbuatan mungkar.” Dia berkata, “Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa engkau tidak akan mampu sabar bersamaku?” Musa berkata, “Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu setelah ini, jangan biarkan aku menyertaimu lagi. Alasanmu sudah cukup mengenai dariku.” Mereka pun meneruskan perjalanan; hingga ketika keduanya sampai pada penduduk suatu kota, mereka meminta makanan kepada penduduknya, tetapi penduduk menolak menjamu mereka. Di situ mereka melihat dinding rumah yang hampir roboh, lalu dia menegakkannya kembali. Musa berkata, “Jika kau mau, tentu untuk itu kau dapat meminta imbalan.” Dia menjawab, “Inilah perpisahanku dengan kau. Kini akan kuberitahukan kepadamu arti segala ini yang engkau tidak sabar menahan diri.” Adapun tentang perahu, itu milik orang-orang miskin yang bekerja di laut. Aku membuatnya cacat, karena di kalangan mereka ada seorang raja yang akan merampas setiap perahu. Adapun anak muda itu, kedua orang tuanya mukmin. Kami khawatir dia akan memaksa keduanya ke dalam kesesatan dan kekafiran. Maka kami ingin Tuhan memberi ganti buat mereka anak yang berkelakuan lebih bersih dan lebih besar kasih sayangnya. Adapun dinding rumah itu milik dua anak yatim di kota. Di bawahnya ada harta terpendam yang menjadi hak mereka; ayahnya orang yang saleh. Tuhanmu menghendaki mereka mencapai umur dewasa dan mengeluarkan harta mereka sebagai karunia dari Tuhanmu. Aku tidak melakukannya atas kemauanku. Itulah arti yang tak dapat kau bersabar melihatnya.” (QS 18:64-82)