Senin 22 Nov 2021 14:28 WIB

Tanpa Upaya Ketat, Kasus Covid-19 Bisa Naik 430 Persen

PGI menyeru umat Katolik merayakan Natal di rumah masing-masing.

Rep: Rizky Suryarandika, Antara, Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ratna Puspita
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) mengeluarkan seruan agar umat Katolik merayakan Natal di rumah masing-masing secara sederhana guna mencegah gelombang Covid-19. (Foto: Gereja Katedral, Jakarta)
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) mengeluarkan seruan agar umat Katolik merayakan Natal di rumah masing-masing secara sederhana guna mencegah gelombang Covid-19. (Foto: Gereja Katedral, Jakarta)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan Covid-19 Sonny Harry mengatakan Indonesia perlu mewaspadai potensi lonjakan kasus positif Covid-19. Tanpa upaya ketat, kasus Covid-19 bisa naik hingga 430 persen.

"Perkiraan terburuk, kasus akan naik sekitar 430 persen sampai 1 Maret 2022 kalau kita tidak melakukan upaya ketat, memperlemah penerapan protokol kesehatan, vaksinasi tidak mencapai target, dan testing serta tracing menurun," kata Sonny dalam webinar "Jangan Halu, Pandemi Belum Berlalu" yang dipantau di Jakarta, Senin (22/11).

Baca Juga

Pemerintah mempelajari bahwa kasus positif Covid-19 dapat melonjak setelah libur panjang, baik pada momen Idul Fitri maupun Natal dan tahun baru. Sebab, mobilitas masyarakat meningkat tidak hanya antarkota di dalam negeri, melainkan juga dari luar negeri.

"Ada juga mobilitas masyarakat balik dari negara lain, ini yang kita harus waspadai sehingga kita harus terus memperketat upaya melakukan screening bagi orang yang masuk untuk mencegah masuknya varian Covid-19 baru di Indonesia," katanya.

Dalam 13 minggu setelah Natal dan tahun baru 2020, kasus positif Covid-19 meningkat hingga 398 persen. Begitu pula saat varian delta mulai menyebar di Indonesia setelah Idul Fitri 2021, kasus positif Covid-19 meningkat hingga 900 persen dalam 8 minggu.

Namun, dalam 2,5 bulan terakhir kasus positif harian berhasil diturunkan dari sekitar 56 ribu menjadi 314 kasus. Sementara itu kasus aktif dapat diturunkan dari puncaknya 547 ribu menjadi 8 ribu.

"Kenapa kita bisa seperti itu, salah satunya kita belajar dari negara lain. Apa yang menyebabkan kasus kita bisa menurun, pertama penerapan PPKM (pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat) secara disiplin dan konsisten," katanya.

Setelah PPKM dilonggarkan karena kasus mulai menurun, penerapan protokol kesehatan (prokes) justru terus diperketat, yang dapat dipantau melalui aplikasi PeduliLindungi. Testing dan tracing, serta vaksinasi Covid-19 juga digencarkan sehingga kasus positif bisa terjaga.

Baca juga:

Sonny menambahkan lonjakan kasus positif Covid-19 perlu diwaspadai karena negara-negara lain mulai mengalaminya, contohnya Swis dan Jerman. Kasus harian positif Covid-19 di Swiss mencapai 6 ribu sementara di Jerman bisa mencapai 56 ribu.

"Kita tahu ada sub varian delta yang sekarang sudah ada di Singapura dan Malaysia. Dan akan berisiko kalau kita tidak mengendalikan penularan Covid-19," kata Sonny.

Untuk menjaga agar kasus positif Covid-19 tidak melonjak terutama setelah Natal dan tahun baru, pemerintah memperketat screening bagi masyarakat dari luar negeri yang hendak masuk, menghapus cuti bersama Natal, membatasi pergerakan masyarakat, memperketat penerapan protokol kesehatan yang dipantau melalui aplikasi PeduliLindungi, dan mengawasi penerapan kebijakan sampai ke tingkat administratif terendah. Di samping itu, vaksinasi Covid-19 khususnya untuk orang lanjut usia juga terus digencarkan.

Natal di Rumah

Saat ini, pemerintah berencana menerapkan PPKM Level 3 di seluruh Indonesia pada libur Nataru 2021. Rencana ini bagian dari upaya pemerintah membatasi mobilitas masyarakat.

Berdasarkan aturan PPKM Level 3 yang berlaku saat ini, tempat ibadah diizinkan buka dengan kapasitas maksimal 50 persen. Karena itu, Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) mengeluarkan seruan agar umat Katolik merayakan Natal di rumah masing-masing secara sederhana guna mencegah gelombang Covid-19.

photo
Ketum PGI Pdt Gomar Gultom - (pgi.or.id)
 

Ketua Umum Majelis Pekerja Harian (MPH) PGI Pdt.Gomar Gultom mengatakan, saat ini masyarakat Indonesia ditenangkan dengan data kasus penularan Covid-19 yang tidak semengerikan beberapa bulan lalu. Apalagi, banyak daerah telah menerapkan PPKM berlevel rendah. 

"Namun, pandemi belumlah usai. Kita masih berada dalam bayang-bayang ancaman masalah kesehatan dan beragam dampak buruknya. Belum lagi negeri tercinta ini acap diterpa bencana alam yang menimbulkan banyak korban dan kerugian," kata dia. 

Pendeta Gomar menyinggung umat Katolik sebentar lagi akan memasuki masa Adven dan perayaan Natal. Ia meminta rangkaian ibadah perayaan Adven dan Natal di tahun ini tidak diselenggarakan secara berlebihan dan berpotensi mengancam kehidupan bersama.

Karena itu, Gomar meminta pengumpulan umat Katolik secara langsung, dan perayaan di rumah-rumah dalam bentuk open house sebaiknya dihindari.  Selain itu, PGI mendorong umat Katolik agar menjadi teladan bagi masyarakat dalam penerapan protokol kesehatan, yakni memakai masker, menjaga jarak, sering mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, menjauhi kerumunan,serta mengurangi mobilitas, serta perilaku hidup bersih dan sehat.

Tracing ketat

photo
Tenaga kesehatan melakukan tes usap Antigen dan Polymerase Chain Reaction (PCR). - (ANTARA/ADWIT B PRAMONO)
 

Ketua Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Masdalina Pane mengatakan, pembatasan mobilitas sebenarnya tidak secara langsung mempengaruhi penurunan maupun peningkatan jumlah kasus Covid-19. Ia menambahkan, tidak adanya kenaikan kasus Covid-19 meski mobilitas warga sudah hampir kembali normal karena teknik pengendalian yang tepat.

Masdalina menjelaskan, teknik pengendalian pandemi yang tepat dapat menurunkan kasus Covid-19 di Indonesia, salah satunya melalui tracing. Penelusuran kasus Covid-19 yang kuat menjadi standar utama dalam mengendalikan Covid-19.

"Memutus rantai penularan dengan mengisolasi mereka yang terkonfirmasi positif dan yang melakukan kontak erat. Itu yang harus kita kuatkan," kata Masdalina.

Sementara Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) Tjandra Yoga Aditama menilai langkah pemerintah mengumumkan PPKM Level 3 saat libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) terlalu cepat. Ia menyinggung aspek unpredictability atau sulitnya memprediksi penularan Covid-19.

"Dari pengalaman kita (Indonesia) dan dunia maka situasi Covid-19 dapat berubah dalam hitungan hari atau Minggu. Keputusan akhir tentu sebaiknya dilakukan ke lebih dekat dari waktu pelaksanaannya," kata Prof Tjandra dalam keterangannya.

Prof Tjandra mengkhawatirkan pemerintah gagal memahami aspek unpredictability dari Covid-19. Selain itu, Prof Tjandra menduga pengumuman PPKM Level 3 pada akhir tahun malah berpotensi menimbulkan kasus penularan baru karena masyarakat akan memanfaatkan waktu berwisata sebelum kebijakan itu berlaku.

Ia juga menyarankan pemerintah secara berkala melakukan survei antibodi seperti yang dilakukan oleh ndia. Angka antibodi yang tinggi di sebuah wilayah memiliki hubungan dengan menjaga penularan Covid-19 tetap rendah.

"Jadi akan amat baik kalau kita (Indonesia) juga secara berkala dan berskala luar melakukan survei antibodi Covid-19 di negara kita, setidaknya di beberapa kota besar," ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement