Senin 22 Nov 2021 16:25 WIB

UMK Jabar akan Ditetapkan Akhir November

Gubernur Jabar tetapkan UMP Jabar 2022 sebesar Rp1.841.487,31

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Bayu Hermawan
Gubernur Jabar Ridwan Kamil
Foto: istimewa
Gubernur Jabar Ridwan Kamil

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menetapkan upah minimum provinsi (UMP) Jawa Barat 2022 sebesar Rp1.841.487,31. UMP Jabar 2022 tersebut, naik sebesar Rp31.135,95 atau 1,72 persen. 

UMP Jabar 2022 ditetapkan melalui Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 561/ Kep.717-Kesra/2021 tentang Upah Minimum Provinsi Jawa Barat Tahun 2022. 

Baca Juga

Menurut Kepala Dinas  Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jabar Rachmat Taufik Garsadi, setelah penetapan UMP, kabupaten/kota harus menetapkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). 

Taufik mengatakan, penetapan UMK tersebut semuanya wajib mengacu ke PP 36/2021 tentang Pengupahan menjadi pedoman penentuan besaran nilai UMP maupun upah minimum kota/kabupaten (UMK). Namun, sampai saat ini belum ada satu kabupaten/kota pun yang mengajukan besaran UMK daerahnya.

"Sepertinya, mereka masih menyusunan rekomendasi di tingkat kabupaten/kota.  Untuk penetapan gubernur sendiri,  selambat-lambatnya tanggal 30 November 2021. Akhir bulan ini," ujar Taufik kepada Republika.co.id, Senin (22/11).

Taufik menjelaskan, proses penetapan UMK sendiri, di awali dari rapat dewan pengupahan kabupaten/kota. Kemudian, mereka memberikan saran pertimbangan teknis ke bupati/walikota.

"Lalu, bupati/walikota membuat rekomendasi ke gubernur untuk kemudian ditetapkan menjadi UMK. Tapi sampai sekarang belum ada yang mengajukan," tegasnya.

Saat ini di Jabar terdapat 22,31 juta angkatan kerja dengan 10,26 juta pekerjaa formal di 53.295 perusahaan yang terdaftar di WLKP. Terkait adanya aturan PP 36/2021, kata dia, semua harus mengikuti. 

"Sesuai aturan PP No 36/2021 bahwa pengupahan itu jadi program strategis nasional. Otomatis yang berlaku adalah UU No 23/2014 tentang pemerintah daerah. Jadi Kepala daerah yang tidak melaksanakan program strategis maka kemendagri akan memberikan sanksi dan apabila sanksi ini tidak indahkan selama dua kali bisa diberhentikan," jelas Taufik.

Dengan PP 36 /2021 ini, kata Taufik, tidak ada lagi kewenangan daerah untuk berimprovisasi menaikan menurunkan besaran kecil UMK. "Mulai tahun ini formulasi perhitungan UMP maupun UMK itu harus memilih penambahan dari pertumbuhan ekonomi atau laju ekonomi. Misalnya nilai upah ditambah inflasi atau pertumbuhan ekonomi," katanya. 

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement