REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Winarso, mengaku, kecewa dengan keputusan Pemprov DKI Jakarta yang menaikkan upah minimum provinsi (UMP) DKI 2022 sekitar Rp 38 ribu. Menurut dia, keputusan yang ditandatangani Gubernur Anies Baswedan tersebut sangat merugikan buruh.
“Mereka (Pemprov DKI) tidak memperhatikan aspek kebutuhan hidup layak sesuai kebutuhan riil dari buruh,” kata Winarso kepada Republika.co.id, Senin (22/11).
Dia menjelaskan, sikap buruh dan KSPI sejauh ini tetap menginginkan pemerintah bisa berada di tengah-tengah para buruh dan pengusaha. Utamanya, dengan mengedepankan perundingan secara tripartit. “Maksudnya supaya juga mendengar aspirasi dari buruh,” jelas dia.
Sementara itu, Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta, Abdul Aziz, menyebut, jika kenaikan UMP 2022 mendatang merupakan keputusan terbaik. Hal itu, kata dia, mengingat hasil rumusan terbaik dari pemerintah pusat dan daerah yang harus diikuti. “Tapi Pemda DKI mengompensasikan dengan bantuan non tunai berupa KJP dan lainnya,” kata Aziz.
Diklaim dia, kompensasi itu bisa membuat para pekerja menghemat pengeluaran untuk konsumsi. Terlebih, lanjut dia, selain dari adanya layanan transportasi gratis dengan memanfaatkan kartu tersebut, selain dari rencana manfaat lainnya bagi buruh.
Terpisah, Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan, baru saja menetapkan besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta 2022. Dikatakan dia, besaran UMP ini berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja serta Pasal 26 dan Pasal 27 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021.
"Jadi, sudah ditetapkan besaran Upah Minimum Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2022 sebesar Rp 4.453.935,536 (empat juta empat ratus lima puluh tiga ribu sembilan ratus tiga puluh lima lima ratus tiga puluh enam rupiah)," kata Anies di Balai Kota, Ahad (21/11).
Dengan adanya besaran tersebut, Pemprov DKI Jakarta mewajibkan para pengusaha untuk menyusun struktur dan skala upah di perusahaannya dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas sebagai pedoman upah bagi pekerja atau buruh dengan masa kerja satu tahun atau lebih. Selain itu, Pemprov DKI Jakarta juga akan mengawasi dan memberikan sanksi administratif bagi pengusaha yang tidak melakukan kewajiban tersebut.
Lebih jauh, untuk mendukung kesejahteraan buruh, Pemprov DKI berencanav menerapkan kebijakan lainnya. Di antaranya, dengan memberikan bantuan layanan transportasi, penyediaan pangan dengan harga murah, dan biaya personal pendidikan.
Tak hanya itu, Pemprov DKI juga menegaskan berencana melakukan berbagai jenis program kolaborasi ketenagakerjaan, baik yang sedang berjalan maupun dalam proses akhir perencanaan. Adapun program-program yang dilakukan tersebut, yaitu:
1. Perluasan kriteria penerima manfaat Kartu Pekerja Jakarta dari yang semula berpenghasilan UMP + 10 persen menjadi UMP + 15 persen agar dapat menjangkau lebih banyak pekerja/buruh, sehingga dapat mengurangi pengeluaran untuk biaya hidup pekerja/buruh di Jakarta.
2. Anak-anak penerima kartu pekerja diutamakan mendapat KJP plus dan biaya pendidikan masuk sekolah.
3. Memperbanyak program pelatihan bagi pekerja/buruh melalui Pusat Pelatihan Kerja Daerah, Mobile Training Unit, Suku Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi, serta kolaborator.
4. Pengembangan program Jakpreneur dan pembentukan koperasi pekerja/buruh serta memfasilitasi penjualan produk yang berasal dari program dimaksud ke dalam sistem e-Order.
5. Program biaya pendidikan bagi pekerja/buruh yang terkena PHK, maupun pekerja/buruh yang dirumahkan tanpa diberikan/dikurangi upahnya.
6. Program bantuan bagi anak yang orang tuanya meninggal akibat pandemi Covid-19.
7. Program kolaborasi antara Disnakertrans dan Energi Provinsi DKI Jakarta dengan Asosiasi Pengusaha berupa bantuan sarana dan prasarana bagi Federasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang telah memiliki usaha.