Selasa 23 Nov 2021 00:20 WIB

Amnesty: Pernyataan Jaksa Agung Belum Ada Kemajuan

Perlu ada terobosan progresif untuk menuntaskan perkara dugaan pelanggaran HAM berat.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andi Nur Aminah
Direktur Amnesty International Indonesia - Usman Hamid
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Direktur Amnesty International Indonesia - Usman Hamid

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menginstruksikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) untuk segera mengambil langkah-langkah strategis mempercepat penuntasan perkara dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di masa lalu. Burhanuddin menegaskan, perlu ada terobosan progresif untuk menuntaskan perkara-perkara tersebut.

Menanggapi pernyataan tersebut, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid menilai pernyataan itu belum membawa kemajuan sama sekali. "Hanya bicara, tidak ada tindakan nyata. Pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu, termasuk pembunuhan di luar hukum, penghilangan paksa, penyiksaan dan perlakuan sewenang-wenang lainnya, pemerkosaan dan kejahatan kriminal seksual lainnya, yang terjadi pada masa pemerintahan Presiden terdahulu Suharto di antara tahun 1966 hingga dan pada awal masa reformasi antara 1998 hingga mau memasuki tahun 2022, belum ditangani oleh negara," tegasnya kepada Republika.co.id, Senin (22/11).

Baca Juga

Padahal, sambungnya, pemerintahan yang dipimpin Presiden Joko Widodo sejak Oktober 2014, dalam kampanyenya selalu berjanji untuk meningkatkan penghormatan terhadap HAM. Termasuk untuk menangani semua pelanggaran HAM berat di masa lalu melalui sistem peradilan guna mengakhiri impunitas. Namun, janji itu pun masih belum dipenuhi.

Faktanya, meskipun ada desakan dari para korban, para mahasiswa, dan masyarakat sipil untuk mengadili para teduga pelaku, Presiden Joko Widodo cenderung tidak peduli. Bahkan tuntutan keadilan hukum di negara hukum berupa penuntutan pelaku di meja hijau belum juga terlihat sama sekali ada langkah Jaksa Agung yang sedari awal justru semakin memperlihatkan dependensi politiknya pada Presiden dan DPR. Bukan pada independensinya sebagai otoritas tertinggi hukum di bidang penyidikan dan penuntutan pelanggaran HAM berat.