Senin 22 Nov 2021 20:32 WIB

Pro dan Kontra UMP DKI Naik Hanya Rp 38 Ribu

KSPI menilai Pemprov DKI tidak memperhatikan aspek kebutuhan hidup layak pekerja.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Bilal Ramadhan
Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan menemui buruh Federasi Serikat Pekerja Logam Elektronik Mesin Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP LEM SPSI) yang menggelar aksi menuntut kenaikan upah minimum provinsi di depan Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Kamis (18/11).
Foto: @aniesbaswedan
Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan menemui buruh Federasi Serikat Pekerja Logam Elektronik Mesin Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP LEM SPSI) yang menggelar aksi menuntut kenaikan upah minimum provinsi di depan Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Kamis (18/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Winarso, mengaku, dengan adanya kenaikan upah minimum provinsi (UMP) DKI sekitar Rp 38 ribu, sangat merugikan para buruh. Menurut dia, hal itu karena langkah sepihak yang diambil Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.

“Mereka (Pemprov DKI) tidak memperhatikan aspek kebutuhan hidup layak sesuai kebutuhan real dari buruh,” kata Winarso kepada Republika, Senin (22/11).

Baca Juga

Dia menjelaskan, sikap buruh dan KSPI sejauh ini tetap menginginkan pemerintah bisa berada di tengah-tengah para buruh dan pengusaha. Utamanya, dengan mengedepankan perundingan secara tripartit. “Maksudnya supaya juga mendengar aspirasi dari buruh,” jelas dia.

Sementara itu, Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta, Abdul Aziz, menyebut jika kenaikan UMP 2022 mendatang merupakan keputusan terbaik. Hal itu, kata dia, mengingat hasil rumusan terbaik dari pemerintah pusat dan daerah yang harus diikuti.

“Tapi Pemda DKI mengkompensasikan dengan bantuan non tunai berupa KJP, dan lainnya,” kata Aziz.

Diklaim dia, kompensasi itu bisa membuat para pekerja menghemat pengeluaran untuk konsumsi. Terlebih, lanjut dia, selain dari adanya layanan transportasi gratis dengan memanfaatkan kartu tersebut, selain dari rencana manfaat lainnya bagi buruh.

Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria, mengatakan, pihaknya telah menyampaikan kepada para buruh, jika kenaikan upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta sesuai dengan adanya regulasi UU Ciptakerja. Hal itu, kata dia, karena kondisi yang masih sulit disebabkan pandemi Covid-19.

“Jadi kami menyesuaikan dengan regulasi yang ada,” kata Riza.

Dia menyebut, di masa pandemi ini bidang yang meningkat perekonomiannya hanya bidang kesehatan dan kuliner. Hal itu, dikatakan dia, berbeda dengan mayoritas sektor lainnya yang mengalami penurunan.

“Jadi UMP sekarang itulah hasil yang ada sementara. Mudah-mudahan ke depan nanti kita bisa tingkatkan lagi,” jelas dia.

Ditanya apakah UMP masih bisa berubah, Riza tak menjawab lebih jauh. Namun demikian, dia berjanji jika ke depannya harapan semua pihak, terutama buruh, bisa sesuai keinginan di kondisi tertentu.

“Kami pemprov tentu ingin dan senang sekali apabila UMP itu semakin baik semakin tinggi sesuai dengan harapan para buruh, itu berarti menandakan bahwa ekonomi di Jakarta semakin baik,” jelas dia.

Jika menilik perhitungan UMP DKI pada tahun 2022 nanti sebesar Rp 4.453.935, hanya naik sekitar Rp 37.749 dari UMP 2021 yang berkisar Rp 4.416.186.

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan, baru saja menetapkan besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta 2022. Dikatakan dia, besaran UMP ini berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja serta Pasal 26 dan Pasal 27 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021.

"Jadi, sudah ditetapkan besaran Upah Minimum Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2022 sebesar Rp. 4.453.935,536 (empat juta empat ratus lima puluh tiga ribu sembilan ratus tiga puluh lima lima ratus tiga puluh enam rupiah)" kata Anies di Balai Kota, Ahad (21/11).

Dengan adanya besaran tersebut, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mewajibkan para pengusaha untuk menyusun struktur dan skala upah di perusahaannya dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas sebagai pedoman upah bagi pekerja atau buruh dengan masa kerja satu tahun atau lebih.

Selain itu, Pemprov DKI Jakarta juga akan mengawasi dan memberikan sanksi administratif bagi pengusaha yang tidak melakukan kewajiban tersebut.

Lebih jauh, untuk mendukung kesejahteraan buruh, Pemprov DKI mengklaim, berencana menerapkan kebijakan lainnya. Di antaranya, dengan memberikan bantuan layanan transportasi, penyediaan pangan dengan harga murah, dan biaya personal pendidikan.

Tak hanya itu, Pemprov DKI juga menegaskan berencana melakukan berbagai jenis program kolaborasi ketenagakerjaan, baik yang sedang berjalan maupun dalam proses akhir perencanaan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement