Selasa 23 Nov 2021 02:49 WIB

Pemerintah Perlu Perjelas Aturan Penerapan PPKM Saat Nataru

Pelonggaran PPKM yang tak terukur kuat membuat masyarakat kini menjadi cenderung abai

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andi Nur Aminah
Warga beraktivitas di depan spanduk aturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Kawasan Asia Afrika, Kota Bandung, Jumat (19/11). Pemerintah menetapkan seluruh wilayah di Indonesia berstatus Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3 saat momen libur Natal dan Tahun Baru (nataru) yang berlangsung mulai 24 Desember 2021 hingga 2 Januari 2022. Hal tersebut dilakukan guna mengantisipasi gelombang ketiga lonjakan kasus Covid-19. Foto: Republika/Abdan Syakura
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Warga beraktivitas di depan spanduk aturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Kawasan Asia Afrika, Kota Bandung, Jumat (19/11). Pemerintah menetapkan seluruh wilayah di Indonesia berstatus Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3 saat momen libur Natal dan Tahun Baru (nataru) yang berlangsung mulai 24 Desember 2021 hingga 2 Januari 2022. Hal tersebut dilakukan guna mengantisipasi gelombang ketiga lonjakan kasus Covid-19. Foto: Republika/Abdan Syakura

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman mendorong pemerintah membuat aturan yang jelas dalam penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dengan status level 3 untuk seluruh wilayah Indonesia pada masa libur natal dan tahun baru (nataru) mendatang. Dicky menilai pelonggaran PPKM yang tidak terukur kuat dan strategi komunikasi yang tidak memadai membuat masyarakat kini menjadi cenderung abai terhadap penerapan protokol kesehatan. 

Padahal, lonjakan masih sangat mungkin terjadi. Mengingat jumlah populasi yang belum memiliki imunitas baik karena belum divaksinasi dan belum terinfeksi masih cukup signifikan, setidaknya 40 persen dari total populasi. 

Baca Juga

Selain itu, adanya perburukan situasi pandemi di Eropa, Asia dan Kawasan ASEAN, kembali memberi sinyal serius perlunya upaya pengetatan 3T, 5M, dan akselerasi vaksinasi. Saat ini, sejumlah negara di dunia kembali mengalami pertambahan kasus Covid-19, seperti di Eropa dan China. 

Dicky mengatakan, meskipun telah gencar mengadakan vaksinasi, namun kini mereka tengah kewalahan dengan naiknya tingkat infeksi virus. Menurunnya kasus secara nasional tidak boleh membuat menjadi lengah. Karena, kombinasi adanya populasi yang belum tercakup vaksinasi, tingginya mobilisasi dan keberadaan varian Delta merupakan kombinasi maut yang bisa memakan korban. 

Meskipun, tidak sebesar gelombang kedua, gelombang ketiga Covid-19 di Indonesia berpotensi terjadi di triwulan pertama tahun 2022. Dengan asumsi tidak ada varian yang lebih “super’ dari Delta bersirkulasi di Indonesia. 

"Karenanya, jika kita tidak berhati-hati, masa Nataru menjadi momen yang rawan, sehingga kepatuhan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan harus lebih ketat. Apalagi dengan mobilitas yang tinggi dan masa karantina yang dipersingkat,” ujar Dicky dalam keterangannya, Senin (22/11). 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement