REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Febryan A, Zainur Mahsir Ramadhan
JAKARTA -- Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyindir Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil terkait penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022. UMP tahun depan diketahui hanya naik Rp 37 ribu di Jakarta dan Rp 31 ribu di Jawa Barat.
Said menyayangkan sikap Anies yang patuh saja kepada instruksi pemerintah pusat terkait penggunaan formulasi penetapan UMP 2022, yang berujung kenaikan upah tipis. “Pak Anies Baswedan yang pintar itu, dengan kepintarannya tak berdaya melindungi rakyatnya sendiri,” kata Said dalam konferensi pers daring, Senin (22/11).
Anies, kata Said, seharus tak takut dengan surat edaran Menteri Dalam Negeri terkait kewajiban pemerintah daerah mengikuti formula penetapan UMP 2022. Sebab, gubernur bukan bawahan Mendagri. Seharusnya, kata Said, Anies melawan dengan memberikan argumentasi. “Ini bukan soal berani atau tidak, tapi ini soal keberpihakan,” katanya.
Said bahkan menuding Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ikut menjadi /biang kerok/ dalam penetapan UMP 2022 yang hanya naik tipis. “Gubernur DKI biang kerok. Karena kalau Gubernur DKI sudah putuskan UMP, maka akan susah nanti UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota),” kata Said.
Bahkan, Said juga menyindir Anies yang diisukan bakal menjadi calon presiden pada Pilpres 2024 mendatang. “Jakarta yang gubernurnya digadang-gadang mau jadi presiden, upahnya cuma naik hampir Rp 40 ribu. Jika dibagi, sehari kurang dari Rp 1.500 naiknya,” papar Said.
“Katanya mau jadi presiden. Upah naik Rp 1.500 itu, ke toilet aja nggak cukup, Pak Gubernur. Toilet umum Rp 2.000, sedangkan Bapak kasih naik upah rakyat Jakarta Rp 1.500,” imbuh Said.
Said Iqbal juga menyampaikan sindiran serupa kepada Ridwan Kamil (RK). Said heran, RK mau saja menetapkan UMP Jawa Barat 2022 naik 1,72 persen. Padahal, angka inflasi Jawa Barat 1,79 persen. Dengan demikian, berarti pekerja di Jawa Barat harus nombok sendiri selisih upah dan inflasi tersebut. “Itulah yang diputuskan oleh Pak Ridwan Kamil yang pintar itu,” kata Said.
Mogok nasional
KSPI, kata Said, menolak keras penetapan UMP 2022, yang secara rata-rata nasional hanya naik 1,09 persen. Oleh karenanya, KSPI dan enam konfederasi serikat pekerja dan 60 serikat pekerja nasional telah sepakat untuk menggelar unjuk rasa pada 29 dan 30 November 2021 di Istana Negara, Balai Kota DKI, dan kantor Kementerian Tenaga Kerja.
Selanjutnya, pada tanggal 6-8 Desember 2021, KSPI bersama konfederasi lainnya akan menggelar aksi mogok produksi nasional. Mogok produksi akan diikuti dua juta buruh dari 150 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Saat mogok kerja berlangsung, sebagian buruh akan menggelar unjuk rasa di pabrik masing-masing, sebagian lain demo di Istana Negara, kantor Kemenaker, dan kantor-kantor gubernur.
Said menyebut, aksi ini dilakukan sebagai ‘reaksi balik yang keras dari kaum buruh’. Sebab, pemerintah berdalih bahwa kenaikan UMP 1,09 persen karena pandemi. Padahal, pemerintah mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. “Artinya, ini (kenaikan tipis) akan terus terjadi setiap tahun,” ucapnya.
Oleh karenanya, kata Said, aksi mogok nasional ini adalah penentuan nasib kaum buruh selama puluhan tahun ke depan. “Now or never. Sekarang atau tidak pernah sama sekali. Kami akan berjuang mengerahkan kekuatan buruh secara konstitusional,” katanya menegaskan.
Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan, baru saja menetapkan besaran UMP DKI Jakarta 2022. Dikatakan dia, besaran UMP ini berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja serta Pasal 26 dan Pasal 27 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021.
“Jadi, sudah ditetapkan besaran Upah Minimum Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2022 sebesar Rp. 4.453.935,536 (empat juta empat ratus lima puluh tiga ribu sembilan ratus tiga puluh lima lima ratus tiga puluh enam rupiah),” kata Anies.
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria, mengatakan, pihaknya telah menyampaikan kepada para buruh, jika kenaikan UMP DKI Jakarta sesuai dengan adanya regulasi UU Cipta Kerja. Hal itu, kata dia, karena kondisi yang masih sulit disebabkan pandemi Covid-19. “Jadi kami menyesuaikan dengan regulasi yang ada,” kata Riza.