Oleh : Ratna Puspita, Jurnalis Republika.co.id
REPUBLIKA.CO.ID, Arteria Dahlan belakangan mencuri perhatian. Pekan lalu, ia viral di media berkat pernyataannya soal penerapan instrumen penegakan hukum berupa operasi tangkap tangan (OTT) kepada aparat penegak hukum, yakni polisi, jaksa, dan hakim.
Ia menilai, polisi, hakim, dan jaksa merupakan simbol negara di bidang penegakan hukum tidak layak dijerat dengan OTT. Ia mendorong ada instrumen hukum lain bagi polisi, jaksa, dan hakim.
Belum lupa ingatan publik soal pernyataan Arteria Dahlan. Pekan ini, ia kembali viral atau menjadi perbincangan di media. Kali ini, perbincangan soal Arteria bermula dari unggahan Wakil Ketua Komisi III Ahmad Sahroni melalui akun media sosial Instagram-nya, Sahroni mengunggah video yang menampilkan perempuan muda adu mulut dengan perempuan lain yang usianya lebih tua.
Ada Arteria dan ada pula suara perempuan sebagai pihak yang merekam video tersebut. Perempuan yang usianya lebih tua itu merupakan ibu Arteria, sedangkan perempuan muda mengaku memiliki relasi dengan seorang jenderal.
Berdasarkan video itu, saya menduga pertengkaran bermula ketika mereka hendak keluar dari pesawat setelah mendarat. Pada proses ini, penumpang biasanya harus menunggu penumpang di bagian depan untuk menurunkan barang bawaan dari bagasi kabin untuk bisa keluar.
Baca juga : PDIP Minta Arteria Dahlan Damai dengan 'Anak Jenderal'
Hal yang kemudian menjadi pertanyaan, yakni kenapa percekcokan tidak berhenti di kabin, tetapi berlanjut ketika mereka hendak keluar bandara? Pertanyaan ini muncul karena tidak muncul di video dan penjelasan di media.
Dari video, saya bisa melihat perempuan muda ini awalnya marah kepada entah siapa. Lalu, ia mengarahkan marahnya kepada ibu Arteria. Ia terus mengeluarkan kata-kata yang kurang sopan kepada orang tua ketika ia disebut gila.
Lalu, ada Arteria yang mencoba menyebut soal ‘jenderal bintang tiga’ dan ‘kita perpanjang, mau perpanjang, silakan’. Selanjutnya, si perempuan menyatakan, ‘enggak masalah’, dan ‘Siapapun tahu diri lah.’
Kemudian, ada petugas yang menghampiri adu mulut ini. Video berikutnya menampilkan sebuah mobil berpelat nomor TNI. Si perempuan muda tampak naik mobil tersebut.
Hal lain yang juga menjadi pertanyaan adalah aksi saling lapor dari pihak Arteria dan perempuan muda yang mengaku memiliki relasi dengan TNI. Kepolisian mengatakan, kedua pihak kemungkinan merasa tersinggung dan dipermalukan sehingga memutuskan membuat laporan polisi.
Baca juga : Dosen UI Pilih Mundur Lalu Berjualan Arem-Arem Mie
Saya memang bukan siapa-siapa. Hanya, sebagai warga yang turut bayar pajak, apakah polisi sekurangkerjaan itu mengurus masalah seperti ini? Saya bukan hendak membenarkan tindakan perempuan muda yang tidak sopan pada ibu Arteria.
Saya mungkin akan langsung marah di lokasi ketika melihat ada orang lain menunjuk-nunjuk ibu saya. Namun, apakah tidak sopan dan tidak beradab ini kemudian layak menjadi sebuah laporan polisi?
Saya tahu anggaran polisi cukup banyak. Misalnya, anggaran Polri pada 2021 mencapai 112,1 triliun, sedangkan anggaran pada 2022 mencapai Rp 97,5 triliun. Namun, apakah anggaran yang cukup banyak itu cukup untuk mengurusi masalah adu mulut antara kedua pihak?
Belum lagi, energi yang harus dikeluarkan oleh kepolisian untuk mengurus laporan ini. Kasubag Humas Polresta Bandara Soekarno Hatta AKP Prayogo memang menyatakan, kepolisian akan berupaya untuk memediasi kedua pihak.
Namun, mediasi oleh kepolisian juga membutuhkan energi. Energi yang mungkin bisa diarahkan oleh kepolisian untuk menangkap penjahat, mengungkap kasus yang merugikan masyarakat, dan menciptakan rasa aman untuk banyak orang di tengah pandemi Covid-19.
Apakah tidak bisa adu mulut ini diselesaikan di luar urusan hukum sehingga energinya dilokalisir ke kedua pihak saja? Apalagi, internal PDIP sudah menganjurkan agar masalah ini diselesaikan secara kekeluargaan.
Baca juga : Siap-Siap, Upah Pekerja di Atas 1 Tahun di DKI akan Naik
Misalnya, Arteria mengatakan, ia dihubungi oleh Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi yang menyarankan agar berdamai dalam kasus ini. Anggota Komisi I DPR RI Mayjen TNI (purn) TB Hasanuddin juga menyarankan agar kasus ini tidak berkepanjangan dan dapat diselesaikan secara kekeluargaan.
Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan DPR RI Bambang Wuryanto (Bambang Pacul) juga menyarankan agar kasus tersebut segera didialogkan agar tidak berkepanjangan. “Sesama anak bangsa kenapa mesti berkepanjangan?” kata Bambang Pacul kepada wartawan.
Jadi, bagaimana, Pak Arteria? Apakah tetap mau lanjut?