REPUBLIKA.CO.ID, KARAWANG -- Jaksa penuntut umum menarik tuntutan satu tahun penjara terhadap terdakwa Valencya atas kasus dugaan kekerasan dalam rumah tangga dan pengusiran mantan suaminya, Chan Yu Chin, di Pengadilan Negeri Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Selasa (23/11). Tidak hanya itu, Chan Yung Ching dituntut pidana penjara selama enam bulan dengan masa percobaan satu tahun dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Jaksa penuntut umum (JPU) mengubah tuntutan terhadap terhadap Valencya alias Nancy Lim dari setahun penjara menjadi tuntutan bebas. Valencya dianggap tidak terbukti bersalah dalam perkara kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
JPU menyampaikan hal itu dalam sidang dengan agenda replik, di Pengadilan Negeri Karawang. Dalam persidangan itu, Syahnan Tanjung, JPU yang ditunjuk langsung oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia menyatakan, Valencya tidak terbukti melakukan tindak pidana kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga.
"Menyatakan terdakwa Valencya alias Nengsy Lim, anak dari Suryadi tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga sebagaimana Pasal 45 ayat (1) jo Pasal 5 huruf b UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga," katanya.
Selanjutnya JPU menyatakan barang bukti berupa kutipan akta perkawinan, surat dokter, dan print out percakapan WhatsApp dikembalikan ke Chan Yung Chin. "Untuk barang bukti dua buah flash disk yang berisi rekaman telepon dan CCTV dikembalikan ke Valencya," katanya di hadapan majelis hakim yang terdiri atas Ismail Gunawan, Selo Tantular,dan Arif Nahumbang Harahap.
Sementara itu, jaksa menuntut Chan terbukti bersalah dalam perkara penelantaran dan KDRT. JPU yang terdiri atas Syahnan Tanjung, Fadjar, dan Erwin Widhiantono menyatakan Chan Yung Ching terbukti bersalah melakukan penelantaran terhadap anak istri sesuai Pasal 49 huruf A jo Pasal 9 ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Atas hal tersebut, JPU menuntut enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun. JPU menyebutkan, perbuatan Chan Yu Ching terhadap Valencya dan dua anaknya sudah menelantarkan keluarga dan tidak memberikan nafkah terungkap dari keterangan saksi dan korban.
Menanggapi tuntutan tersebut, kuasa hukum Chan Yung Ching, Bernard Nainggolan mengatakan seharusnya kliennya juga dibebaskan dari tuntutan, seperti Valencya yang mendapatkan bebas tuntutan dari jaksa. "Dia (Chan) merasa kalau Ibu Valencya dituntut bebas, seharusnya dituntut bebas juga. Tapi kami belum bisa bicara sampai ke situ kami masih menunggu," katanya.
Baca Juga:
- Penyintas KDRT: 'Saya Dipukuli Saat Dia tak Punya Uang'
- Kejaksaan: Kombes Rachmat Widodo Sudah Disidang Kasus KDRT
- Lima Pemahaman Keliru Soal Korban KDRT
Ia juga membantah adanya penelantaran yang dituduhkan Valencya ke kliennya. Karena kliennya tidak pernah melakukan penelantaran anak. Bahkan setelah keluar dari rumah pada Februari 2019, Chan masih mengirimkan uang untuk anaknya, tapi semua uangnya dikembalikan oleh Valencya ke rekening Chan.
"Dari awal Pak Chan tidak ingin bercerai dan berusaha mempertahankan perkawinannya. Tapi Ibunya tetap ngotot cerai sih, upaya mediasi itu sudah beberapa kali dilakukan, tapi, itu bahkan tawarannya dari Pak Chan, tapi dari ibu Valencya itu mediasinya bersyarat," ujarnya.
Majelis hakim Ismail Gunawan memberikan kesempatan terhadap terdakwa untuk pembelaan atau pledoi pada Kamis (7/12) pekan depan. Dalam perkara itu, sebelumnya JPU menuntut Valencya satu tahun penjara karena melakukan tindak pidana kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga.
Tuntutan terhadap terdakwa mendapat perhatian dari sejumlah kalangan sampai akhirnya perkara tersebut diambil alih oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Leonard Ebenezer Simanjuntak mengatakan, atas tuntutan setahun penjara itu, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin meminta Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) melakukan eksaminasi khusus dan pemeriksaan terhadap sembilan orang jaksa.
Jaksa Agung Burhanuddin menilai, tuntutan terhadap Nengsy Lim tersebut tak peka sosial, dan tak adil. Kejaksaan Agung sudah memutasikan Dwi Hartanta dari jabatannya sebagai Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi (Aspidum Kejati) Jawa Barat sebagai imbas dari adanya dugaan pelanggaran penanganan perkara kasus istri yang dituntut penjara karena memarahi suaminya di Karawang.
Sementara itu, Polda Jabar menonaktifkan tiga penyidik imbas dari dugaan adanya pelanggaran pada penanganan perkara kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Karawang.