REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Kepala Badan Energi Atom Internasional (IAEA) Rafael Mariano Grossi bertemu dengan pejabat Iran Rabu (23/11). Ketua badan pengawas atom PBB itu menekan Teheran untuk memberikan akses yang lebih besar pada lembaganya.
Pertemuan ini digelar di malam sebelum pertemuan diplomatik yang bertujuan agar Iran kembali ke kesepakatan nuklir Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) dimulai lagi. Pertemuan IAEA kembali tegang karena inspekturnya masih tidak bisa mengakses rekaman video keamanan dan menghadapi tantangan saat mencoba mengatasi penumpukan uranium Iran.
Tidak lama setelah mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengeluarkan Amerika dari JCPOA, Iran meningkatkan pengayaan uraniumnya hingga kemurnian 60 persen. Level itu menjadi level tertinggi yang pernah mereka lakukan dan mendekati tingkat kemurnian hingga uranium dapat digunakan sebagai senjata yakni sebesar 90 persen.
Iran selalu mengatakan program nuklir mereka dibuat untuk tujuan damai. Namun Israel memperingatkan tidak akan mengizinkan Teheran memiliki senjata nuklir. Di bawah pemerintahan Joe Biden, AS mengatakan bersedia kembali ke JCPOA tapi mereka memperingatkan waktunya sudah semakin sedikit.
Pada Selasa (23/11) Grossi berkunjung ke Organisasi Energi Atom Iran, lembaga nuklir pemerintah sipil negara itu. Kunjungan itu merupakan kunjungan ketiga Grossi sejak Februari lalu. Ia hendak berbicara dengan kepala lembaga yang baru Mohammed Eslami.
Pada 2008 PBB mensanksi Eslami atas 'keterlibatannya, secara langsung atau memberikan bantuan pada aktivitas proliferasi sensitif Iran atau pengembangan sistem peluncuran senjata nuklir'. Di Twitter, Grossi mengatakan ia berharap 'membahas pertanyaan-pernyataan luar biasa' dengan pejabat Iran.
"Saya berharap dapat membangun saluran dialog langsung yang bermanfaat dan kooperatif sehingga (IAEA) dapat kembali melakukan aktivitas verifikasi esensial di negara itu," kata Grossi.
Berdasarkan kesepakatan rahasia yang disebut 'Protokol Tambahan' dengan Iran, IAEA mengumpulkan dan menganalisis foto-foto dari serangkaian kamera pengawas yang dipasang di fasilitas-fasilitas nuklir Iran. Kamera-kamera itu membantu IAEA mengawasi program nuklir Iran apakah mereka mematuhi JCPOA atau tidak.
Pada Desember 2020 parlemen Iran menyetujui undang-undang yang menghalangi PBB menginspeksi fasilitas nuklir mereka jika negara-negara penandatangan JCOPA dari Eropa tidak mencabut sanksi-sanksi perbankan dan minyak mulai Februari. Sejak Februari, IAEA tidak dapat mengakses gambar-gambar dari kamera pengawas.
Dalam kesepakatan itu, IAEA juga menempatkan sekitar 2.000 segel anti-rusak pada bahan dan peralatan nuklir. Segel itu disambungkan secara elektronik dengan pengawas IAEA.