REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Perdana Menteri Israel Naftali Bennett mengisyaratkan kesiapan negaranya meningkatkan konfrontasi dengan Iran. Dia menegaskan, Israel tidak akan terikat dengan kesepakatan nuklir baru yang kini tengah dinegosiasikan Iran dan Amerika Serikat (AS).
Bennett mengungkapkan, saat ini Iran sudah berada pada tahap paling maju dalam program nuklirnya. Meski sebelumnya pernah mengatakan akan terbuka pada kesepakatan nuklir baru dengan pembatasan lebih ketat terhadap Iran, Bennett menekankan kembali otonomi Israel untuk mengambil tindakan terhadap musuh bebuyutannya tersebut.
Mengenai potensi keberhasilan Iran dan AS memulihkan kesepakatan nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA), Bennett menekankan Israel bukan pihak dalam perjanjian tersebut. “Israel tidak diwajibkan oleh kesepakatan itu,” ujarnya dalam sebuah konferensi pada Selasa (23/11), dikutip laman Al Araby.
Israel sebelumnya sudah menyuarakan penolakan saat pemerintahan Presiden Joe Biden mengumumkan niat membawa kembali AS ke JCPOA. “Kami menghadapi masa-masa yang rumit. Ada kemungkinan bahwa akan ada perselisihan dengan teman-teman terbaik kami,” kata Bennett
Bennett pun menyinggung tentang sudah terjadinya bentrokan dalam skala kecil antara Israel dan kelompok gerilya atau milisi yang didukung Iran di kawasan. “Iran telah mengepung Israel dengan rudal, sementara mereka duduk dengan aman di Teheran,” ucapnya.
Sebelumnya militer Israel telah mengatakan mereka sedang mempersiapkan kemungkinan konflik bersenjata dengan Iran. Tel Aviv telah menganggap Teheran sebagai ancaman eksistensial. “(Militer Israel) mempercepat rencana operasional dan kesiapan menghadapi Iran serta ancaman militer nuklir,” kata Kepala Staf Umum Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Letnan Jenderal Aviv Kohavi pada 10 November lalu.
Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz sempat mengungkapkan, selama ini negaranya berupaya mencegah perang. Mereka melakukan operasi, menyampaikan pesan, termasuk mencegah pembangunan militer. Namun dia menekankan, Israel siap jika memang harus terlibat dalam peperangan. “Kami akan siap untuk melakukan operasi yang belum pernah terlihat di masa lalu, dengan cara yang tidak ada di tangan kami di masa lalu, yang akan membahayakan jantung teror dan kemampuannya,” ujar Gantz.