Rabu 24 Nov 2021 00:10 WIB

UNICEF: Jumlah Tentara Anak di Afrika Meningkat Pesat

Anak-anak di negara konflik Afrika dipaksa jadi tentara dan dilatih lakukan kekerasan

Rep: Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
Tentara anak di perbatasan Chad-Sudan. Anak-anak di negara konflik Afrika dipaksa jadi tentara dan dilatih lakukan kekerasan.
Foto: REUTERS/Emmanuel Braun
Tentara anak di perbatasan Chad-Sudan. Anak-anak di negara konflik Afrika dipaksa jadi tentara dan dilatih lakukan kekerasan.

REPUBLIKA.CO.ID, OUAGADOUGOU -- Anak-anak di negara-negara Afrika Barat dan Tengah yang terjebak dalam konflik rentan direkrut oleh kelompok bersenjata. Dalam laporannya, Dana Anak-Anak PBB (UNICEF) mengatakan anak-anak di kawasan itu juga paling rentan menjadi korban kekerasan seksual.

Laporan UNICEF tersebut mengatakan selama lima tahun terakhir konflik di kawasan itu meningkat pesat. Lebih dari 21 ribu anak-anak direkrut pasukan pemerintah dan kelompok bersenjata. Sejak tahun 2016 lebih dari 2.200 anak di kawasan itu juga menjadi korban kekerasan seksual.

Baca Juga

Di laporan itu UNICEF menambahkan lebih dari 3.500 anak-anak diculik. Kondisi ini membuat kawasan Afrika Barat dan Tengah menjadi kawasan dengan angka penculikan tertinggi kedua di dunia.

"Tren dan jumlahnya sangat mengkhawatirkan bagi generasi saat ini dan masa depan," kata direktur kawasan Afrika Barat dan Tengah UNICEF Marie-Pierre Poirier, Selasa (23/11).

"Kami tidak hanya melihat berulangnya pelanggaran berat pada anak-anak yang dilakukan pihak-pihak yang berkonflik di seluruh Afrika Barat dan Tengah tapi juga lonjakan selama lima tahun terakhir, dengan kenaikan sebesar 50 persen pada total jumlah pelanggaran berat yang berhasil diverifikasi," tambahnya.

Sejak 2005 PBB membentuk sistem untuk memantau dan melaporkan pelanggaran berat terhadap anak-anak seperti memaksa mereka menjadi tentara, menculik, memperkosa, dan menyerang sekolah dan rumah sakit. Satu dari empat pelanggaran berat dilakukan di Afrika Barat dan Tengah.

PBB mengatakan di negara-negara yang dilanda perang seperti Burkina Faso, Republik Afrika Tengah, Kamerun, Chad, Kongo, Mali, Mauritania, dan Niger kekerasan telah menimbulkan konsekuensi kemanusiaan yang sangat buruk pada anak-anak dan masyarakat. Lalu situasinya diperparah pandemi Covid-19.

Lebih dari 57 juta anak-anak membutuhkan bantuan kemanusiaan. Karena perang dan virus, angkanya naik dua kali lipat dari tahun lalu.  

Dalam laporan tahunannya PBB mengatakan sementara beberapa negara sudah dikhawatirkan selama hampir sepuluh tahun terakhir atau lebih, kini terdapat tiga wilayah baru yang cukup mengkhawatirkan yakni Burkina Faso, Kamerun, dan negara-negara sekitar Danau Chad.

Konflik di empat negara yang mengelilingi Danau Chad yakni Kamerun, Chad, Niger, dan Nigeria telah memaksa tiga juta orang mengungsi. Sementara kekerasan kelompok bersenjata di Burkina Faso telah menewaskan ribuan orang.

Berdasarkan laporan organisasi internasional dan pakar konflik, tahun ini rekrutmen tentara anak naik setidaknya lima kali lipat. Lebih tinggi dari empat kasus yang didokumentasikan tahun lalu.  

Selama serangan mematikan pada Juni lalu di negara-negara kawasan Sahel yang menewaskan 160 orang terlihat anak-anak berdiri bersama kelompok bersenjata. Mereka meneriakkan takbir saat membakar rumah-rumah warga.

sumber : AP
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement