REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan, delapan sektor rawan pidana rasuah. Hal tersebut didapatkan berdasarkan pemetaan yang dilakukan berdasarkan risiko korupsi dari pengalaman penanganan perkara oleh KPK maupun aparat penegak hukum lain.
"KPK mendorong implementasi delapan fokus area yang kami petakan berdasarkan risiko korupsi," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam keterangan, Rabu (24/11).
Adapun, delapan area rawan korupsi tersebut, yaitu meliputi Perencanaan dan Penganggaran APBD, Pengadaan Barang dan Jasa, Perizinan, Pengawasan APIP, Manajemen ASN, Optimalisasi Pajak Daerah, Manajemen Aset Daerah dan Tata Kelola Keuangan Desa.
Hal itu disampaikan Alex dalam rapat Koordinasi Supervisi Pencegahan Korupsi Terintegrasi di Papua. Dia memaparkan bahwa berdasarkan catatan KPK, skor rata-rata upaya pencegahan korupsi di Papua terkait delapan area tersebut masih rendah.
Berdasarkan catatan Monitoring Center for Prevention (MCP) dari skala skor 0 hingga 100 persen, pada 2018 hingga 2020, tercatat skor rata-rata Papua adalah 25 persen, 34 persen dan 25 persen. Sedangkan 2021 ini masih di sembilan persen dibandingkan skor rata-rata nasional 46 persen.
"Dari capaian MCP, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan oleh pemda di Papua," katanya.
Alex mengingatkan, kunci keberhasilan pencegahan korupsi adalah komitmen kuat pimpinan daerah hingga DPRD. Sebabnya, dia meminta, eksekutif dan legislatif menjaga integritas dan terus memperkuat tata kelola yang terintegrasi.
Secara khusus, Alex meminta, agar kepala daerah melakukan pemberdayaan terhadap aparatur pengawasan intern pemerintah (APIP). Dia mengatakan, harapannya agar inspektorat dapat melakukan pengawasan yang memadai.
“Mereka menjadi pengawal Bapak-bapak dalam menjalankan pemerintahan selama 5 tahun. Karenanya, harus diperkuat terkait kapasitasnya dengan memberikan pelatihan, jumlah auditornya, maupun kecukupan anggarannya," katanya.