Kamis 25 Nov 2021 00:13 WIB

Legislator Tagih Janji Penghentian Tambang di Kawasan Hutan

Dewan terus mendorong KLHK untuk berani bersikap dalam menangani kerusakan hutan.

Foto udara kerusakan Lanskap Bukit Bulan akibat aktivitas pertambangan emas ilegal di Desa Lubuk Bedorong, Limun, Sarolangun, Jambi, Kamis (18/11/2021). Data Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Limau Unit VII Hulu Sarolangun menyebutkan aktivitas pertambangan emas ilegal telah merusak fungsi ekologi di empat desa di Lanskap Bukit Bulan yang merupakan penyimpan cadangan air terbesar di kabupaten itu. (Ilustrasi)
Foto: ANTARA/Wahdi Septiawan/nz.
Foto udara kerusakan Lanskap Bukit Bulan akibat aktivitas pertambangan emas ilegal di Desa Lubuk Bedorong, Limun, Sarolangun, Jambi, Kamis (18/11/2021). Data Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Limau Unit VII Hulu Sarolangun menyebutkan aktivitas pertambangan emas ilegal telah merusak fungsi ekologi di empat desa di Lanskap Bukit Bulan yang merupakan penyimpan cadangan air terbesar di kabupaten itu. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi menagih janji Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Siti Nurbaya untuk menghentikan kegiatan tambang di kawasan hutan yang dikelola Perhutani. Pihaknya akan terus mendorong KLHK untuk berani bersikap dalam menangani kerusakan hutan.

“Saya ingatkan sudah dua bulan lalu ada janji dari Ibu Menteri akan mengeluarkan surat edaran penghentian seluruh kegiatan penambangan di areal Perhutani di berbagai wilayah,” ujar Dedi Mulyadi dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Rabu (24/11).

Dedi menjelaskan, waktu itu menteri meminta waktu untuk melakukan kajian. Namun, ia merasa kajian tersebut terlalu panjang dan hingga kini penambangan masih terus berjalan.

“Tapi menurut saya kajianya sudah lewat. Karena lewat satu hari saja bisa habis sekian ribu pohon, bisa habis sekian ribu batu dan mineral. Jadi berpacu dengan waktu. Sampai hari ini kami belum pernah mendapat surat edaranya,” katanya.

Baca juga : Ini Peran Tujuh Tersangka Pemerkosaan Anak Panti Malang

Di sisi lain, kata dia, Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) pemanfaatan hutan untuk sawit hingga penambangan terlampau kecil yakni Rp 11 juta. Sementara, pengusaha bisa menghasilkan miliaran dari memanfaatkan hutan.

“Kok pengusaha tuh selalu dikasih keringanan sehingga kekayaan mereka melimpah. Kalau semakin melimpah, negara bisa diatur mereka ujungnya. Karena mereka akan punya kekuatan dari berbagai sektor,” kata Dedi.

Dedi pun mempertanyakan, hingga kapan KLHK akan mengeluarkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk kegiatan tambang atau sawit. Sebab tidak ada manfaat yang didapat oleh masyarakat dan Negara.

“Kemudian IPPKH. Apakah KLHK akan terus membiarkan tanah negara untuk penambangan terus menerus, perkebunan sawit terus menerus. Sementara negara tidak dapat apa-apa. Mereka (pengusaha) mengumpulkan kekayaan secara terus menerus,” katanya.

Dedi meminta, KLHK menjelaskan mengapa hal tersebut masih terus berjalan sehingga kerusakan alam terutama hutan terus terjadi di Indonesia. “Coba jelaskan ketidakberaniaya di mana, hambatanya di mana, kalau ada backing sebutin siapa. Agar regulasi berjalan baik. Karena kegiatan reboisasi yang kita lakukan menghabiskan anggaran begitu besar tidak akan ada artiya dibanding setiap hari ribuan hektar hutan habis,” papar Dedi.

Baca juga : Gaji Guru Honorer Jateng yang Belum Layak Diminta Setara UMK

DPR, kata dia, akan terus mendorong KLHK untuk berani bersikap dalam menangani kerusakan hutan. Salah satunya melalui Revisi Undang-undang No 5 tahun 1990. Dalam salah satu revisinya angka hukuman bagi perusak alam naik menjadi minimal 10 tahun dan denda Rp 15 miliar.

“Maka saya mengajak KLHK dan DPR tidak ciut nyali untuk menyelamatkan alam, hutan dan lingkungan ini," katanya. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement