REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pertemuan Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi dan Menlu Prancis Jean-Yves Le Drian pada Rabu (24/11) di Jakarta menghasilkan rencana aksi untuk memperdalam kemitraan strategis kedua negara. Sebelum melakukan pertemuan bilateral dengan Retno, Le Drian telah melakukan pertemuan dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto membahas kerja sama pertahanan di kawasan Indo-Pasifik.
“Tahun ini merupakan tahun kesepuluh sejak Indonesia dan Perancis memiliki kemitraan strategis. Guna memberikan arah yang lebih jelas bagi penguatan kemitraan 5 tahun ke depan, hari ini baru saja kita telah menandatangani Plan of Action for Deepening of Strategic Partnership Between Indonesia and French for 2022 -2027,” ujar Retno dalam pengarahan media secara virtual, Rabu.
Retno menjelaskan beberapa prioritas dalam rencana aksi tersebut. Rencana aksi itu antara lain kerja sama di sektor kesehatan, pertahanan, perubahan iklim, energi, dan maritim. Tahun depan Indonesia-Prancis akan melakukan dialog maritim untuk pertama kalinya. “Ini merupakan langkah awal implementasi dari rencana aksi tersebut,” katanya.
Selain itu, kedua negara juga sepakat untuk melanjutkan kerja sama pada bidang kesehatan, terutama memperkuat arsitektur kesiapan dunia dalam menghadapi pandemi yang akan datang. Mengenai vaksin Covid-19, Indonesia juga menyampaikan apresiasi rencana tambahan dukungan vaksin sebesar satu juta dosis dari Prancis. Seperti diketahui, Prancis telah memberikan dukungan 3,8 juta dosis vaksin Astrazeneca kepada Indonesia.
Selain itu, kedua Menlu sepakat untuk mengintensifkan komunikasi, khususnya tahun depan ketika Indonesia memegang keketuaan Kelompok 20 (G20). Pada saat yang bersamaan, Prancis juga akan memegang presiden Dewan Uni Eropa pada paruh pertama 2022. Karena itu, keduanya sepakat untuk mengintensifkan komunikasi terhadap beberapa isu baik yang terkait dengan G20 maupun isu yang terkait dengan Uni Eropa.
Retno mengatakan dia dan Le Drian secara khusus membahas mengenai pentingnya perdagangan yang adil, terbuka, dan non-diskriminatif. Retno menegaskan perdagangan yang adil dan terbuka akan berkontribusi banyak bagi pemulihan ekonomi.
“Perdagangan yang adil terbuka dan nondiskriminatif akan sangat membantu pencapaian target SDGs yang menyisakan waktu sembilan tahun lagi,” ujarnya.