Rabu 24 Nov 2021 20:41 WIB

Pemerintah Harus Buat Aturan Standar Upah Guru Non-ASN

Rata-rata upah guru honorer di bawah Rp 1 juta per bulan, jauh di bawah UMP/UMK.

Rep: Ronggo Astungkoro / Red: Ratna Puspita
Ilustrasi guru honorer
Ilustrasi guru honorer

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah didesak untuk mengeluarkan peraturan presiden (Perpres) yang mengatur tentang standar upah minimum nasional bagi guru non-aparatur sipil negara (ASN). Perpres tersebut dinilai penting dikeluarkan untuk melindungi dan menjamin kesejahteraan guru non-ASN, yakni para guru honoror, termasuk guru sekolah atau madrasah swasta.

"Urgensi Perpres ini untuk melindungi dan menjamin kesejahteraan guru bukan ASN yaitu guru honorer termasuk guru sekolah/madrasah swasta," ujar Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, dalam keterangannya kepada Republika, Rabu (24/11).

Baca Juga

Satriwan mengatakan, meskipun sudah ada guru berstatus pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) yang menjadi bagian dari ASN, belum semua guru honorer yang hampir 1,5 juta orang terakomodir. Seleksi guru PPPK, kata dia, baru menampung 173.000 guru honorer dari formasi yang dibuka, yakni sekitar 506.000 secara nasional.

Menurut dia, fakta di lapangan menunjukkan upah guru honorer dan guru sekolah atau madrasah swasta menengah ke bawah sangatlah rendah. Bahkan, jauh di bawah UMP/UMK buruh. Dia membeberkan contoh berdasarkan laporan jaringan P2G di daerah. 

Pertama, UMK buruh di Kabupaten Karawang sebesar Rp 4,7 juta. Namun, upah guru honorer SD negeri di sana hanya Rp 1,2 juta.

Kemudian, UMP/UMK Sumatera Barat Rp 2,4 juta sementara upah guru honorer jenjang SD negeri di Kabupaten Tanah Datar hanya sebesar Rp 500.000-800.000. Di Kabupaten Aceh Timur Rp 500.000, di Kabupaten Ende Rp 400.000, guru honorer di SMK negeri Rp 700.000-800.000, di Kabupaten Blitar Rp 400.000 untuk honorer baru dan Rp 900.000 untuk honorer lama yang dinilai berdasarkan lama mengabdi.

"Jadi, rata-rata upah di bawah Rp 1 juta per bulan, bahkan tak sampai Rp 500.000. Sudahlah kecil, upah pun diberikan rapelan mengikuti keluarnya BOS. Padahal mereka butuh makan dan pemenuhan kebutuhan pokok setiap hari. Upah bergantung kebijakan kepala sekolah dan jumlah murid atau rombongan belajar," kata Satriwan.

Menurut dia, jika upah guru honorer dibiarkan seperti itu, yang ditentukan besarannya oleh kepala sekolah dan pemerintah daerah dengan nominal semaunya, maka jelas melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Tepatnya di pasal 14 ayat 1 (a) yang berisi tentang hak guru memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial.

Regulasi upah layak bagi guru penting demi penghormatan profesi sehingga profesi guru punya harkat dan martabat di samping profesi lain. Juga mendorong anak-anak bangsa yang unggul dan berprestasi mau dan berminat menjadi guru. 

"Kenyataannya profesi guru tak dihargai, tak bermartabat, karena upahnya tidak manusiawi. Upah guru honorer selama ini sudah melanggar UU Guru dan Dosen serta aturan UNESCO dan ILO. Guru honorer minim apresiasi dan proteksi dari negara. Jadi itulah alasan urgensi dibuatnya Perpres," kata Satriwan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement