Kamis 25 Nov 2021 09:11 WIB

China Masih Enggan Lepas Cadangan Minyak

AS telah membuat komitmen terbesar untuk melepaskan cadangan sebesar 50 juta barel.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Friska Yolandha
Siluet kilang minyak di Oakley, Kansas, Amerika Serikat.
Foto: AP Photo/Charlie Riedel
Siluet kilang minyak di Oakley, Kansas, Amerika Serikat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- China tidak berkomitmen melepaskan minyak cadangannya seperti yang diminta Amerika Serikat (AS), dilansir Reuters Kamis (25/11). Seperti diketahui, China merupakan importir minyak mentah terbesar di dunia. 

Pada Selasa (23/11), AS mengumumkan rencana melepaskan jutaan barel minyak dari cadangan strategisnya sebagai upaya menekan lonjakan harga. AS telah berkoordinasi dengan negara-negara konsumen besar lainnya, termasuk China, Jepang, dan India.

Baca Juga

AS telah membuat komitmen terbesar untuk melepaskan cadangan sebesar 50 juta barel. Namun tanpa upaya yang sama dari China, tindakan tersebut dianggap kurang dramatis. China mengatakan, telah memiliki rencana sendiri terkait pelepasan cadangan minyak.

Harga minyak mentah telah jatuh selama beberapa hari di tengah kabar koordinasi pelepasan minyak cadangan. Namun pada Selasa, harga minyak melonjak tiga persen setelah Washington memanfaatkan cadangan strategisnya tetapi tidak diikuti oleh China.

Langkah Washington ini menimbulkan spekulasi terhadap Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya (OPEC Plus). Organisasi ini mungkin berencana menghentikan perjanjian untuk meningkatkan produksi sebesar 400 ribu barel per hari setiap bulan.

Permintaan bahan bakar sempat menurun pada awal pandemi namun kembali meningkat tahun ini dan harga minyak pun melonjak. OPEC Plus mengabaikan permintaan Biden untuk memompa lebih banyak minyak. Harga bensin eceran AS naik lebih dari 60 persen pada tahun lalu.

Sementara itu, harga minyak sedikit lebih rendah pada akhir perdagangan Rabu (24/11), karena investor mempertanyakan efektivitas pelepasan minyak dari cadangan strategis yang dipimpin AS.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Januari turun tipis 6 sen atau 0,07 persen, menjadi menetap di 82,25 dolar AS per barel. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Januari terkikis 11 sen atau 0,14 persen, menjadi berakhir di 78,39 dolar AS per barel.

Selain AS, Jepang akan melepaskan beberapa ratus ribu kiloliter minyak dari cadangan nasionalnya. Akan tetapi waktunya belum diputuskan.

Para analis mengatakan, dampak terhadap harga kemungkinan akan berumur pendek setelah bertahun-tahun penurunan investasi dan pemulihan global yang kuat dari pandemi COVID-19. Pelepasan terkoordinasi dapat menambah sekitar 70 juta hingga 80 juta barel pasokan minyak mentah, lebih kecil dari lebih dari 100 juta barel yang telah diperkirakan pasar, kata analis di Goldman Sachs.

"Pada model perkiraan harga kami, pelepasan seperti itu akan bernilai kurang dari 2 dolar AS per barel, secara signifikan kurang dari penjualan 8 dolar AS per barel yang terjadi sejak akhir Oktober," kata bank dalam catatan.

JPMorgan Global Commodities Research mengatakan dampak apapun pada harga minyak dari pelepasan minyak mentah mungkin tidak akan bertahan lama. Pialang juga memperkirakan permintaan minyak global akan melampaui level 2019 pada Maret 2022.

Sementara perhatian sekarang telah beralih ke bagaimana Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya akan bereaksi terhadap pelepasan cadangan bersama, sumber mengatakan kelompok itu tidak membahas penghentian sementara peningkatan produksi minyak untuk saat ini. Kelompok itu akan mengadakan dua pertemuan minggu depan untuk menetapkan kebijakan.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement