Kamis 25 Nov 2021 14:37 WIB

PM Ethiopia Ikut Perang, Sekjen PBB Serukan Perdamaian

PBB meminta gencatan senjata segera diberlakukan di wilayah konflik di Ethiopia.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Teguh Firmansyah
Tentara pemerintah Ethiopia naik di belakang truk di jalan dekat Agula, utara Mekele, di wilayah Tigray di Ethiopia utara pada Sabtu, 8 Mei 2021. Perdana Menteri Abiy Ahmed telah pergi ke medan perang untuk memimpin pasukan militer negaranya , pemerintahnya mengumumkan Rabu, 24 November 2021.
Foto: AP/Ben Curtis
Tentara pemerintah Ethiopia naik di belakang truk di jalan dekat Agula, utara Mekele, di wilayah Tigray di Ethiopia utara pada Sabtu, 8 Mei 2021. Perdana Menteri Abiy Ahmed telah pergi ke medan perang untuk memimpin pasukan militer negaranya , pemerintahnya mengumumkan Rabu, 24 November 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyerukan untuk segera mengakhiri pertempuran di Ethiopia, Kamis (25/11). Seruan muncul ketika media Ethiopia melaporkan bahwa Perdana Menteri (PM) Abiy Ahmed maju memimpin pertempuran melawan pemberontak Tigray.

"Gencatan senjata tanpa syarat dan segera di wilayah konflik harus dilakukan," kata Guterres berbicara di Kolombia seperti dilansir laman Aljazirah, Kamis (25/11).

Baca Juga

 

Sementara itu, selain PM Abiy, atlet terkemuka Ethiopia, termasuk peraih medali emas Olimpiade dan pahlawan nasional Haile Gebrselassie, anggota parlemen, partai, dan pemimpin regional juga telah berjanji untuk bergabung dengan pasukan Ethiopia memerangi pemberontak dari wilayah Tigray. Haile (48 tahun) dan pensiunan, mengatakan dia merasa terdorong untuk bergabung karena keberadaan Ethiopia berada di bawah ancaman.

"Apa yang akan Anda lakukan ketika keberadaan suatu negara dipertaruhkan? Anda hanya meletakkan semuanya," katanya. "Aduh, tidak ada yang akan mengikatmu. Saya menyesal!"

Amerika Serikat (AS) menilai solusi militer tidak akan pernah bisa untuk menghentikan perang saudara di negara Afrika itu. "Tidak ada solusi militer untuk konflik di Ethiopia," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS dalam sebuah pernyataan.

AS menekankan bahwa diplomasi adalah pilihan pertama, terakhir, dan satu-satunya. Paman Sam meminta semua pihak menahan diri dari retorika yang menghasut dan berperang. Para pihak bertikai juga didesak untuk menahan diri, menghormati hak asasi manusia, mengizinkan akses kemanusiaan, dan melindungi warga sipil.

Perang pecah pada November 2020 di wilayah Tigray antara pasukan federal Ethiopia dan Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF). Pada Juli 2021, konflik menyebar ke dua wilayah tetangga di Ethiopia utara, dan pemberontak telah maju menuju Addis Ababa.

Ribuan orang telah tewas sejak konflik dimulai. Semerntara lebih dari dua juta orang terpaksa meninggalkan rumah mereka dan 400 ribu orang di Tigray menghadapi kelaparan.

Pernyataan dari Washington datang sehari setelah utusan khusus AS untuk Tanduk Afrika  Jeffrey Feltman melaporkan kemajuan menuju penyelesaian diplomatik antara pemerintah dan pemberontak Tigrayan. Namun dia juga memperingatkan hal ini berisiko dikalahkan oleh perkembangan yang mengkhawatirkan di lapangan.

Feltman baru saja kembali dari Addis Ababa di untuk tugasnya memperbarui dorongan untuk menengahi gencatan senjata. Tidak jelas di mana tepatnya Abiy ditempatkan, dan media pemerintah tidak menyiarkan keberadaanya di lapangan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement