REPUBLIKA.CO.ID, CIANJUR -- Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Cianjur, Jawa Barat, meminta masing-masing kedutaan besar negara asing ikut memantau dan mengawasi warganya yang tinggal atau bekerja di wilayah Indonesia, sebagai antisipasi tindakan yang tidak diinginkan.
Ketua Harian P2TP2A Cianjur, Lidia Umar mengatakan mudahnya proses masuk dan tinggal di Indonesia, membuat warga asing dengan nyaman untuk tinggal dan menikah di Indonesia terutama di Cianjur, dengan mengabaikan prosedur yang berlaku termasuk administrasi kependudukan.
"Termasuk proses nikah siri atau kawin kontrak yang marak terjadi di Cianjur, membuat warga negara asing (WNA) khususnya dari Timur Tengah, banyak datang untuk melakukan hal tersebut. Akibatnya seperti yang menimpa Sarah (21) warga Cianjur, beberapa waktu lalu," kata Lidia.
Kurangnya pengawasan dan berbagai kemudahan yang didapat, membuat warga asing betah untuk berlama-lama tinggal dan akhirnya menetap karena belum ada sanksi tegas hingga pidana yang dijatuhkan ketika mereka tertangkap pihak imigrasi, layaknya di negara lain.
Sejumlah kasus yang melibatkan WNA banyak terjadi di Indonesia, mulai dari kekerasan terhadap anak dan perempuan yang selama ini merupakan pasangan suami istri secara siri atau kawin kontrak. Sehingga banyak perempuan Indonesia menjadi korban hingga kehilangan nyawa.
"Ini harus menjadi catatan bagi semua, termasuk keluarga, untuk menghindari hal yang tidak diinginkan, ketika pelaku kawin siri dan kontrak dengan WNA, tanpa harus mengurus surat nikah termasuk surat administrasi kependudukan," katanya.
Izin tinggal dan menetap bagi WNA harus kembali dikaji pihak terkait mulai daerah hingga pusat, termasuk sanksi tegas bagi WNA yang tinggal atau bekerja di Indonesia, sehingga ada evek jera yang dapat menjadi contoh bagi yang lain, sehingga mereka tidak dapat dengan semena-mena melakukan berbagai hal termasuk kekerasan terhadap perempuan.
Sementara Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cianjur, Saeful Ulum, menegaskan bahwa kawin kontrak dilarang di Cianjur, karena merugikan perempuan yang menjadi objek dan memudahkan pria asing untuk bergonta-ganti pasangan sesuai waktu yang disepakati.
"Perbedaan nikah siri dan kawin kontrak, nikah siri merupakan pernikahan yang sah secara agama dengan memenuhi syarat sah suatu pernikahan, mulai dari adanya calon pengantin, wali nikah, mahar, saksi dari kedua calon pengantin dan ijab qabul, namun tidak tercatat secara negara," katanya.
Sedangkan kawin kontrak atau kawin mut'ah adalah pernikahan terikat waktu tertentu, dimana pernikahan selesai bila waktu yang disepakati telah tiba. Setelah waktu yang disepakati habis, pasangan suami istri akan terpisah tanpa ada proses perceraian sebagaimana pernikahan yang dikenal dalam Islam di Indonesia.