Jumat 26 Nov 2021 01:25 WIB

Emisi CO2 China Turun Pertama Kalinya Sejak Pemulihan Covid

Kekurangan batu bara di China memberi dampak positif pada penurunan emisi CO2

Rep: Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
Pekerja merakit suku cadang truk di sebuah pabrik di Hangzhou, China, 27 Oktober 2021. Kekurangan batu bara di China memberi dampak positif pada penurunan emisi CO2. Ilustrasi.
Foto: Chinatopix Via AP
Pekerja merakit suku cadang truk di sebuah pabrik di Hangzhou, China, 27 Oktober 2021. Kekurangan batu bara di China memberi dampak positif pada penurunan emisi CO2. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING - Emisi karbon China turun pada kuartal ketiga untuk pertama kalinya sejak pemulihan ekonomi sesuai pandemi Covid-19 melanda. Penurunan ini diteliti akibat dari pembatasan pengembangan properti dan kekurangan batu bara yang meluas.

Analis utama di Pusat Penelitian Energi dan Udara Bersih (CREA) yang berbasis di Helsinki, Lauri Myllyvirta, mengatakan emisi gas rumah kaca terbesar di dunia mengalami penurunan sekitar 0,5 persen pada Juli hingga September dari tahun sebelumnya.

Baca Juga

"Penurunan emisi dapat menandai titik balik dan puncak awal total emisi China, beberapa tahun lebih awal dari targetnya untuk mencapai puncaknya sebelum 2030," kata Myllyvirta dalam sebuah laporan yang diterbitkan di Carbon Brief.

Penurunan tersebut menandai perubahan haluan dari sekitar sembilan persen peningkatan emisi pada paruh pertama 2021. Itu terjadi ketika pemulihan ekonomi China pasca-Covid-19 berjalan lancar dengan konstruksi dan aktivitas industri berat.

Terakhir kali emisi triwulanan China turun dari tahun ke tahun adalah pada Januari hingga Maret 2020, ketika Covid-19 pertama kali menyerang. Meskipun para peneliti telah menunjukkan bahwa industri besar China dapat mencapai puncak karbon sekitar 2024 dan menyerukan pembatasan total emisi pada 2025, negosiator iklim utamanya tidak membuat janji yang lebih ambisius dalam pembicaraan PBB di Glasgow yang berakhir awal bulan ini.

Pasokan batu bara yang ketat dan harga yang mencapai rekor tinggi menyebabkan pemadaman listrik di banyak wilayah China pada akhir kuartal ketiga. Akibatnya operasi industri dan mengganggu penggunaan perumahan.

Menurut perhitungan Reuters berdasarkan data biro statistik China, produksi dua bahan bangunan utama yakni baja mentah dan semen masing-masing melambat 16 persen dan 11 persen dari tiga bulan sebelumnya. China telah memperketat pembatasan properti di tengah kekhawatiran atas potensi keruntuhan perusahaan-perusahaan yang berutang tinggi seperti China Evergrande Group dan kemungkinan tumpahan risiko kredit ke ekonomi yang lebih luas.

"Jika pemerintah China menyuntikkan stimulus konstruksi lebih lanjut untuk meningkatkan ekonominya, emisi dapat meningkat sekali lagi sebelum mencapai puncaknya akhir dekade ini," kata Myllyvirta.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement